Rabu, 13 April 2011

Kemiskinan di Tengah Kemewahan Pariwisata

BOGOR, KOMPAS.com — Pengembangan pariwisata di Puncak, Bogor, yang penuh dengan kemewahan ternyata tidak serta-merta membawa kesejahteraan bagi warga lokal.
Berdasarkan data monografi Kecamatan Cisarua, yang paling ramai dikunjungi wisatawan hingga puluhan ribu setiap akhir pekan itu, sebagian besar penduduknya yang berjumlah 113.833 orang masih bekerja sebagai buruh kasar.
Padahal, Kecamatan Cisarua memiliki banyak tujuan wisata andalan, seperti Taman Safari Indonesia, Taman Wisata Matahari, sederet hotel berbintang, dan ribuan vila.
Bangunan rumah makan, hotel, dan vila-vila itu berdiri di tanah yang luasnya mencapai ribuan meter persegi. Di sisi lain, banyak petani di sana yang tidak memiliki lahan.
Dari 12.431 petani yang ada di sana, 6.115 orang merupakan petani penggarap tanah dan 5.477 orang adalah buruh tani. Hanya 834 petani yang memiliki lahan. Sementara buruh perkebunan, terutama kebun teh, mencapai 2.258 orang. Sisanya bekerja di sektor swasta, antara lain perajin, buruh industri, sopir, dan pegawai negeri.
”Vila dan tempat usaha, khususnya yang besar, dimiliki orang luar. Pemiliknya rata-rata orang Jakarta. Warga di sini baru diserap sebagai pekerja,” kata Sekretaris Camat Taufik Imam Santosa, beberapa waktu lalu.
Jumlah hotel/losmen/penginapan berizin resmi yang terdata di Kecamatan Cisarua tahun 2010 sebanyak 173 dengan serapan tenaga kerja 5.167 orang. Rumah makan/warung makan ada 133 buah dengan serapan pekerja 348 orang. Toko/kios/warung mencapai 1.568 buah. Berdasarkan pengamatan, warung/kios umumnya langsung dijaga pemiliknya. Namun, toko/swalayan modern rata-rata menampung 2-4 pekerja.
Dari total penduduk 113.833 orang, sekitar 9 persennya, yaitu 9.177 orang, juga tidak tamat sekolah. Hanya 6.665 orang yang tamat sekolah menengah atas.
Menurut Kepala Desa Cibeureum Rakhmat Hamami, predikat warga Puncak yang tidak mengenyam pendidikan, miskin, dan banyak terlibat dalam usaha liar, seperti penyedia jasa hiburan malam dan pekerja seks komersial, terus giat dikikis.
”Kami tak menampik bahwa mungkin masih ada yang seperti itu (pekerja seks komersial), tetapi kami berupaya memberi pengarahan dan penertiban terus-menerus,” tuturnya.
PAD miliaran
Perputaran uang di kawasan wisata Puncak sesungguhnya terbilang tinggi. Pendapatan asli daerah (PAD) Kabupaten Bogor tahun 2010 dari sektor pajak hotel dan restoran saja, berdasarkan data Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bogor, mencapai Rp 37 miliar.
Kawasan Puncak yang meliputi Kecamatan Megamendung, Ciawi, dan Cisarua menyumbangkan 70 persen dari total pajak sektor tersebut. Setidaknya terdapat lebih dari 200 restoran serta hampir 100 hotel berbintang dan melati di jalur itu.
Keterangan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bogor Adrian Ariakusumah, produk domestik regional bruto Kabupaten Bogor, yang mencapai Rp 67 triliun, 7-9 persen di antaranya juga disumbangkan dari sektor pariwisata yang 70 persen di antaranya berasal dari Puncak.
Meski demikian, berdasarkan informasi dan data yang dihimpun, sebagian besar hasil sektor pariwisata itu belum banyak dinikmati warga. Mereka masih sebatas menikmati ”remah-remah”.
Data dari Kecamatan Cisarua, Ciawi, dan Megamendung tahun 2010 menunjukkan masih cukup banyak warga yang tergolong miskin, yang terlihat dari penerima beras untuk rakyat miskin (raskin).
Di Cisarua, dari 23.867 keluarga, 21,87 persennya adalah penerima raskin. Sementara di Ciawi mencapai 33,59 persen dari 20.567 keluarga, sedangkan Megamendung 18,48 persen dari 23.867 keluarga.
”Mereka masih tetap kekurangan karena warga hanya bekerja di sektor informal, seperti penjaga vila, ojek, atau bidang jasa. Bahkan, pedagang kaki lima pun sebagian besar pendatang,” tutur Budi S Burhanudin, warga Cisarua, Ketua Ikatan Komunitas Kawasan Puncak.
Dukungan fasilitas pendidikan untuk warga juga belum maksimal. Hanya ada satu SMA dan SMP negeri di Cisarua.
Wakil Bupati Bogor Karyawan Fathurachman mengakui, ada sebagian warga Puncak yang masih miskin, terutama yang bekerja di sektor pertanian, peternakan, atau yang tidak memiliki pekerjaan tetap. Karenanya, dia tidak akan melulu mengembangkan pariwisata.
”Kami juga akan mendorong pelaku usaha memanfaatkan produk pertanian dan peternakan agar ada sinergi,” ujarnya. (PIN/GAL)
(Sumber: Kompas, 24 Maret 2011)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar