Selasa, 05 April 2011

Kemakmuran yang Timpang

Kita bisa merasa senang bahwa berbagai guncangan ekonomi yang datang setelah krisis ekonomi Asia 1997/1998 yang lalu tidak membawa ekonomi Indonesia masuk ke dalam krisis ekonomi lagi.

Meskipun guncangan ekonomi yang serius sempat terjadi pada 2005, dengan inflasi mencapai 17% dan rupiah menyentuh Rp13.000, secara umum dapat kita katakan ekonomi Indonesia pasca-reformasi ekonomi 1997/1998 telah berkembang menjadi lebih kuat dan memiliki stabilitas ekonomi makro yang membaik. Pulihnya ekonomi mulai 2004 telah mampu menjadi dasar pada pembangunan ekonomi Indonesia.Dengan demikian stabilitas ekonomi terjaga dengan baik dan pertumbuhan ekonomi juga pelan-pelan meningkat, sudah di atas 6% tahun lalu (di bawah rata-rata pertumbuhan ekonomi Orde Baru yang di atas 7%).

Meski demikian Biro Pusat Statistik melaporkan bahwa produk domestik bruto (PDB) per kapita Indonesia pada 2010 adalah Rp 27 juta (setara dengan USD3.000). Tentunya capaian ini pantas kita syukuri. Namun apakah kita memang pantas berpuas diri? Memang kita dapat merasa lega bahwa pendapatan per kapita sudah tembus USD3.000. Namun membaiknya perekonomian ataupun membaiknya pendapatan per kapita jika tidak diikuti dengan pemerataan yang membaik ataupun masih banyak saudara sebangsa yang hidupnya menderita, apa gunanya?

Belum Membaik

Pemerataan pendapatan suatu negara biasanya dihitung dengan gini ratio (GR); jika angkanya mendekati nol berarti pemerataan membaik, tetapi jika mendekati 1 pemerataan memburuk.Pemerataan pendapatan Indonesia dalam 9 tahun terakhir ini tidak mengalami perbaikkan. Dalam rentang itu,GR Indonesia menurut data Bappenas pada 2002 sebesar 0,33, pada 2010 masih tetap 0,33. Meskipun dalam periode tersebut angkanya sempat naik turun,yaitu pada 2003 dan 2004 turun menjadi 0,32 dan pada 2009 sempat tinggi hingga mencapai angka 0,37,secara umum pemerataan Indonesia dalam hampir satu dekade ini tidak membaik. Dibandingkan dengan negara lain pun potret kesejahteraan Indonesia ternyata juga belum baik.

Data dari IMF menunjukkan bahwa Indonesia masih berada pada kelompok menengah bawah dari 182 negara pada 2010, yaitu pada peringkat ke-109 dengan pendapatan per kapita USD2.963. Posisi Indonesia masih di atas Filipina dengan PDB per kapita USD2.011 ataupun Vietnam dengan PDB per kapita USD1.155. Namun masih kalah jauh dari Malaysia yang berada pada posisi ke-65 dengan PDB per kapita lebih dari dua kali lipat kita,apalagi dengan Singapura. Bahkan posisi Thailand masih jauh lebih baik dengan pendapatan per kapita lebih dari 150% kita.Dari potret tersebut dapat kita lihat bahwa kita mungkin bisa juga “senang”karena PDB per kapita kita naik, tetapi dibandingkan dengan bangsa-bangsa lain di dunia kita masih berada pada posisi menengah bawah,ketinggalan, bahkan dengan Malaysia dan Thailand.

 Apalagi naiknya pendapatan masyarakat tidak berarti ketimpangan akan turun. Data dari berbagai negara juga menunjukkan hal itu.Data UNDP 2007/2008 menunjukkan data GR Indonesia adalah 0,34. Angka tersebut berada pada posisi sekitar di tengah-tengah, tidak baik ataupun buruk. Namun memang juga tidak ada bukti bahwa negara yang makin maju dan kaya, pemerataan pendapatannya membaik ataupun negara miskin pemerataannya memburuk.

Negara-negara Eropa Timur yang eks negara sosialis pada umumnya memiliki pemerataan yang baik, berada pada kisaran di bawah 0,30, meskipun merupakan negara sedang berkembang. Beberapa negara maju juga relatif tinggi GR-nya seperti Amerika Serikat 0,40,Singapura 0,42, dan Hong Kong 0,43. Mereka contoh negara kaya yang pemerataannya kurang baik.Namun ada juga contoh negara sedang berkembang yang ketimpangannya tinggi dan negara maju yang ketimpangannya rendah. Tidak ada pola yang pasti.Negara maju seperti Jepang memiliki GR 0,24 (salah satu yang paling rendah di dunia) dan Jerman 0,28 sehingga termasuk negara kaya dan maju yang dapat membagi kue ekonominya dengan baik. Sementara Malaysia yang GRnya 0,49, ketimpangan pendapatannya cukup tinggi.

Kesejahteraan Masyarakat

Selain pendapatan per kapita ataupun GR merupakan salah satu indikator yang dapat menggambarkan kesejahteraan masyarakat, human development indexatauindekspembangunan manusia (IPM) biasanya juga digunakan untuk melihat tingkat kualitas hidup masyarakat, bahkan dapat dikatakan sebagai ukuran kesejahteraan lebih komprehensif. Indikator IPM menggambarkan lebih komprehensif kesejahteraan masyarakat. Namun posisi Indonesia masih memprihatinkan,berada pada posisi ke-108 (dari 169 negara) pada 2010, cukup rendah. Bahkan Filipina, Suriname, Sri Lanka, dan Guyana pun lebih baik dari kita.

Jelas angka tersebut tidak menggembirakan.Apalagi kondisi kualitas manusia Indonesia pada 1999, saat krisis ekonomi menghantam kita paling dalam, IPM Indonesia berada pada posisi ke-105. Itu berarti belum ada kemajuan yang signifikan, bahkan terjadi kemunduran. Tampaknya masih banyak yang perlu dilakukan oleh Indonesia agar masyarakatnya menikmati kehidupan adil dan sejahtera, tidak terlalu kalah dari bangsa tetangga kita.Sepanjang masyarakat itu sejahtera, meskipunadaketimpangan, sebenarnya bukan masalah besar asalkan masyarakat yang termiskin pun dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan layak.

Lihat saja ketimpangan pendapatan di Malaysia dan Singapura cukup tinggi, tetapi kita tidak mendengar isu besar mengenai masalah ketimpangan pendapatan seperti di Indonesia. Rakyat Malaysia dan Singapura memiliki tingkat kesejahteraan yang lebih baik dari kita, demikian juga lapangan kerja secara umum cukup tersedia (bahkan mengambil tenaga kerja dari Indonesia) sehingga ketimpangan bukan isu utama di sana.

Namun, untuk Indonesia, isu ketimpangan menjadi isu besar karena meskipun pendapatan per kapita ataupun ekonomi tumbuh lumayan,masyarakat sulit mendapatkan pekerjaan dan kehidupan orang miskinnya benar-benar menderita. Oleh karena itu, Indonesia perlu balik, fokus lagi dalam membangun ekonominya setelah lebih dari satu dekade heboh dengan politik. Agar masyarakat paling miskin pun dapat tersenyum di bumi kita yang tercinta ini.Semoga.●

DR SRI ADININGSIH
Ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta
(Sumber: Seputar Indonesia, 5 April 2011)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar