Kamis, 30 Agustus 2012

Australia: Iklan Pasar Swalayan Dianggap Rasis

Hobart, Selasa --- Salah satu jaringan pasar swalayan terbesar di Australia mendapat hujan kritik karena sebuah iklan lowongan kerja yang dianggap rasis.
   Iklan untuk mencari petugas pembersih buat sebuah pasar swalayan Coles dekat Hobart, ibu kota Tasmania, Australia, itu dipasang di situs web Gumtree, Minggu lalu.
   "Lowongan kerja tersedia bagi petugas pembersih berpengalaman dalam pembersihan pasar swalayan untuk pekerjaan malam dan atau pagi. Harus bisa bekerja tanpa supervisi, dengan batas waktu dan teliti ..." begitu bunyi sebagian iklan itu, yang diakhiri dengan "Toko tidak menginginkan orang India atau Asia. Harus bisa berbahasa Inggris".
   Larangan bagi orang India dan Aisa untuk ikut melamar itu segera meinmulkan keberangan di situs-situs jejaring sosial, dengan imbauan agar orang-orang memboikot toko itu dan mengajukan keluhan resmi.
   "Ini pasar swalayan mana sehingga saya bisa memboikotnya," kata seorang pengguna Facebook. Sedangkan yang lain mengatakan, "Ini sebuah kasus untuk Komisi Anti-diskriminasi."
   Iklan lowongan kerja itu kemudian dicabut dari situs itu.
   Jim Cooper, juru bicara jaringan pasar swalayan Coles, mengatakan, Selasa (28/8), iklan itu dipasang oleh sebuah perusahaan kontrak yang bertanggung jawab atas pekerjaan pembersihan toko jaringan pasar swalayan itu di Rosny, Tasmania.
   "Iklan itu dipasang tanpa sepengetahuan Coles dan kami sangat prihatin begitu mengetahui soal iklan itu dan isinya," kata Cooper kepada surat kabar Hobart Mercury.
   "Coles adalah perusahaan yang memberi kesempatan setara dab kami tidak pernah mengeluarkan arahan seperti yang terkandung dalam iklan ini," katanya.
   Perusahaan itu mengatakan telah menghentikan layanan alih daya itu sebagai akibat dari iklan itu. Coles juga mengatakan akan menatar ulang kontraktor kebersihannya mengenai kebijakan kesempatan kerja setara bagi setiap orang.

Tindakan hukum
   Pejabat Komisi Anti-diskriminasi Tasmania, Robin Banks, mengatakan akan melacak kontraktor itu untuk melihat kemungkinan tindakan hukum. "Adalah melanggar hukum untuk menghalangi seseorang karena ras mereka," katanya.
   Pejabat itu mengatakan, dia juga akan memeriksa apakah Coles "memenuhi kewajibanya untuk menjamin para agennya tidak terlibat dalam diskriminasi", sedangkan Gumtree mungkin telah melanggar undang-undang itu dengan mengizinkan penerbitan iklan diskriminatif.
   Berdasarkan sensus 2011, 1,4 persen penduduk Australia berasal dari India, dan 1,5 persen dari China. (BBC/CNN/DI)

Sumber: Kompas, 30 Agustus 2012, hal 8

Senin, 27 Agustus 2012

Arab Saudi: Kota Khusus Wanita

Kerajaan Arab Saudi bakal membangun kota industri khusus bagi kaum Hawa. Rencananya, kota yang steril dari para pria itu akan dibangun di wilayah Hofuf, Arab Saudi bagian timur.
   Menteri Perumahan dan Pengembangan Pedesaan Saudi Pangeran Mansyur Miteb bin Abdulaziz menyatakan kota industri itu nanti diharapkan bakal menyerap lebih dari 5.000 pekerja perempuan Saudi. Faramasi, makanan, dan tekstil adalah industri yang sudah dipersiapkan oleh pihak kerajaan.
   "Saya yakin ini akan terus berkembang," kata Mansyur. Pengembangan kota khusus wanita Hofuf dilakukan oleh Modon, lembaga penanganan kemiskinan milik Kerajaan Arab Saudi. Pihak kerajaan memperkirakan Hofuf bisa menyerap investasi hingga US$ 133 juta. Dengan begitu, kemungkinan menganggur di antara para wanita sangat kecil.
   Menurut sebuah laporan, jumlah pekerja wanita di Arab Saudi hanya 15 persen dari total tenaga kerjanya. Padahal jumlah pelajar wanita di tingkat universitas mencapai 60%. Surat kabar Al-Arabiya melaporkan sebanyak 78 persen wanita lulusan universitas di Arab Saudi terpaksa menganggur lantaran tiada lapangan kerja.
   Selama puluhan tahun Kerajaan Arab Saudi memberlakukan pemisahan gender di ruang publik.

Sumber: Tempo, 27 Agustus 2012, hal 122.

Sabtu, 25 Agustus 2012

Kembali ke Jakarta

Ke Jakarta aku 'kan kembali. Walaupun apa yang 'kan terjadi ... (Koes Plus)

Seperti tahun-tahun sebelumnya, ritual mudik Lebaran selalu menyisakan permasalahan sosial kependudukan yang memusingkan kota-kota besar, seperti Jakarta. Dalam hitungan hari, ritual mudik Lebaran segera berganti dengan ritual balik yang lebih seru.
   Kaum urban kembali menyerbu kota tempat mengais rezeki setelah merayakan Lebaran di kampung halaman. Jumlah arus balik ini angkanya lebih banyak dibanding arus mudik karena fenomena berantai (chain migration).
   Migrasi berantai merupakan migrasi yang mengandalkan hubungan kekerabatan. Mereka telah berhasil melakukan migrasi lebih dahulu ke kota besar akan menanggung kehidupan pengikutnya. Bersama arus balik akan dijumpai wajah-wajah baru yang membanjiri kota. Momentun lebaran dipilih karena saudara yang mudik akan membiayai keberangkatan para urban baru ke kota impian.
   Meskipun angkanya cenderung menurun setiap tahun, jumlah pendatang baru di Jakarta seusai Lebaran masih cukup besar. Data lima tahun terakhir menyebutkan pendatang baru di Jakarta seusai Lebaran tahun 2007 adalah 109.617 orang, tahun 2008 sebanyak 88.473 orang, tahun 2009 sebanyak 69.554 orang, tahun 2010 sebanyak 60.000 orang, dan tahun 2011 mencapai 50.000 orang.
   Selagi masih menjadi pusat peredaran uang dan tempat bertumpunya kue pembangunan, selama itu pula Jakarta dan kota-kota besar di Indonesia akan selalu menjadi magnet bagi kaum urban. Penduduk desa usia produktif tetap menyerbu kota-kota besar untuk menyemaikan mimpi mereka.
   Maraknya fenomena migrasi berantai menunjukkan makin tidak kompetitifnya sektor perdesaan dan sekalibus memberikan sinyal kepada kita bahwa negara kita ini tidak mampu mempertahankan konsistensinya sebagai negara agraris. Dampak salah urus pembangunan selama beberapa dekade telah menjadikan sektor pertanian dan perdesaan sebagai sektor yang identik dengan kemiskinan. Para pemuda tak tertarik lagi tinggal di pdesa karena tingkat pendapatannya sangat rendah.
   Akhirnya, fenomena gerontokrasi di daerah perdesaan tak terhindarkan lagi. Gerontokrasi adalah istilah yang merujuk pada kondisi timpang antara penduduk usia produktif dan para lanjut usia. Gerontokrasi perdesaan dan pertanian ditandai oleh dominasi kaum tua tidak produktif, anak-anaka, serta kaum wanita lanjut usia, dalam ketenagaan kerja di sektor tersebut. Menurut penelitian, lima atau sepuluh tahun ke depan sektor pertanian/perdesaan akan mengalami krisis tenaga kerja.

Responsif
   Tingginya tingkat urbanisasi merupakan tantangan berat bagi kota-kota besar. Angka kemiskinan, kriminalitas, dan pengangguran akan menjadi persoalan yang tiada berujung. Hal itu mengingat urbanisasi di negeri ini lebih bersifat urban involution. Merujuk pada Clifford Geerrtz yang mempopulerkan istilah Involusi Pertanian (Agriculture Involution), istilah urban involution ini menggambarkan pada kondisi stagnan, dan bahkan mundurnya kota akibat sektor informal mengalami pertumbuhan lebih cepat dibanding sektor lainnya (industri).
   Pertumbuhan pesat sektor informal di kota-kota besar telah menjadi magnet bagi tenaga kerja produktif perdesaan untuk beramai-ramai menyerbu kota dengan bekal pendidikan dan keterampilan seadanya. Kota-kota besar kemudian menjadi imagined community yang dipenuhi dengan simbol-simbol maya. Permasalahan sosial baru kemudian beranak-pinak, misalnya muncul daerah rural-urban dan kawasan kumuh.
   Ketimpangan pembangunan perkotaan dan perdesaan di negeri ini makin memperlebar jurang pemisah di antara keduanya. Langkah paling tepat untuk membendung urbanisasi ini adalah dengan membuka lapangan kerja sebanyak-banyaknya di daerah. Namun, langkah tersebut bukanlah langkah yang bisa segera dilakukan dalam jangka pendek dan biayanya sangat mahal. Lapangan keja kerja akan banyak tercipta jika pertumbuhan ekonomi di daerah membaik, pertumbuhan ekonomi membaik jika pembangunan daerah berjalan dengan lancar.

Investasi padat karya
   Sesuai dengan potensi terbesar bangsa ini, sudah sepantasnya negara lebih mengarahkan kegiatan investasi ke sumber daya utama, yaitu pertanian padat karya. Sektor perdesaan dan pertanian, merupakan pengguna investasi terbatas yang lebih responsif dibanding perkotaan (Lipton dan Vyas, 1981).
   Oleh karena itu "Gerakan Kembali ke Sawah" atau gerakan sejenisnya seperti yang sekarang ini dilakukan pemerintah Provinsi Jawa Tengah dalam bentuk gerakan "Bali Ndesa Mbangun Desa" perlu dilakukan dengan serius dan diadopsi sebagai model pembangunan nasional.
   Gerakan "Bali Ndesa Mbangun Desa" yang ditawarkan pemerintah Provinsi Jawa Tengah jika dilakukan sesuai skenario akan memiliki daya ungkit (leverage) sangat besar bagi pembanguna perdesaam.
   Untuk membangun perdesaan yang memiliki daya ungkit lebih besar perlu pendekatan aset. Kurangnya aset produktif yang dimilkiki warga miskin merupakan penyebab utama sulitnya mereka keluar dari kubangan kemiskinan. Pendekatan aset ini ditawarkan untuk menstimulasi secara maksimal warga miskin dari utilisasi aset produktif (Sherraden, 1991; de Soto, 2001).
   Kerja keras saja tidak cukup, tetapi harus dibarengi dengan sinergi kebijakan yang dilakukan secara komprehensif dan terintegrasi dari semua pemangku kepentingan.
   Jika pamor perdesaan dan pertanian telah terangkat, kue pembangunan terbagi secara merata di semua wilayah hingga perdesaan, intensitas urbanisasi akan semakin berkurang. Lirik lagi "Ke Jakarta" ciptaan Koes Plus mungkin tak lagi nyaring terdengar dari mulut kaum urban.

Tulisan: Toto Subandriyo, Peminat Masalah Sosial-Ekonomi: Bergiat di Lembaga Nalar Terapan (LeNTera)

Sumber: Kompas, 25 Agustus 2012, hal 7.

Studi: Indonesia Berotensi Raih Keuntungan dari Urbanisasi


Jakarta (ANTARA) - Studi Bank Dunia mengatakan Indonesia berpotensi meraih keuntungan ekonomi lebih besar bila mampu mengelola urbanisasi dengan baik karena dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi regional dan menciptakan kawasan perkotaan dan metropolitan yang aktif dan semarak.

Hal itu tertuang dalam laporan kertas kerja Bank Dunia berjudul "Indonesia - The Rise of Metropolitan Regions: Towards Inclusive and Sustainable Regional Development" yang dikutip ANTARA dari laman Bank Dunia, Sabtu.

Dalam laporan kertas kerja tersebut, urbanisasi di Indonesia dalam jangka menengah ada kecenderungan meningkat dan bila dikelola dengan baik akan memberikan keuntungan meningkatkan produktivitas, membuka peluang-peluang bidang ekonomi serta dapat meningkatkan penghasilan penduduk perkotaan.

Laporan tersebut menemukan, kota-kota besar pada umumnya lebih produktif dan kompetitif secara ekonomi dibandingkan kota-kota kecil dan daerah pedesaan. Hal ini terjadi karena adanya fenomena pengelompokan yang dikenal sebagai aglomerasi (pemusatan ke dalam satu kawasan).

Dengan menggunakan metode Agglomeration Index, studi ini berhasil mengidentifikasi 44 area aglomerasi di Indonesia. Mayoritas area aglomerasi ini berada di pulau Jawa, Bali dan Sumatera.

Studi ini menunjukkan bahwa kota-kota berukuran menengah, dengan kisaran penduduk 0.5- satu juta orang memiliki kinerja ekonomi yang lebih baik dibandingkan dengan kota-kota lain.

Untuk itu, studi ini menyarankan, strategi pembangunan perkotaan sebaiknya tidak seragam, namun disesuaikan dengan karakteristik kota atau metropolitan area.

Hasil penelitian ini juga mengisyaratkan perlunya investasi di sektor infrastruktur untuk mendukung pertumbuhan pesat di kedua metropolitan terbesar (megacities) dan kota-kota ukuran menengah.

Dukungan khusus dibutuhkan di daerah metropolitan berukuran besar dengan jumlah penduduk berkisar antara 5-10 juta orang yang pertumbuhannya tidak secepat kategori kota dan metropolitan area lainnya, sementara kota-kota kecil sebaiknya berfokus pada peningkatan akses kepada pelayanan umum.

Kondisi pertanahan nasional yang kurang efisien, keterbatasan konektivitas dan akses terhadap fasilitas kredit adalah faktor-faktor yang juga dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi daerah perkotaan.(ar)


Sumber: http://id.berita.yahoo.com/studi-indonesia-berotensi-raih-keuntungan-dari-urbanisasi-140807019--finance.html

Kamis, 23 Agustus 2012

Libur Lebaran: Saat Hotel dan Mal Jadi Tempat "Pelarian"

Sam Timisela (31), warga Cibubur, Jakarta Timur, langganan setiap libur Lebaran datang selalu memboyong keluarganya "pindah" ke hotel berbintang di kawasan Jakarta Pusat.
   "Alasannya, agar lebih praktis saja karena segala fasilitasnya sudah tersedia di hotel. Hitung-hitung liburan bersama keluarga," kata Sam kepada Kompas, Rabu (22/8), di Jakarta.
   Sam lebih memilih tinggal di hotel daripada tetap di rumah dengan menyewa tenaga inval atau tenaga pengganti untuk pembantu rumah tangga (PRT) selama Lebaran. Apalagi jika harus kerepotan sendiri mengurus keperluan rumah tangga bersama isterinya. Padahal anaknya juga masih balita.
   Sebagai pengusaha muda, uang tak menjadi persoalan jika ia harus menginap di hotel selama Lebaran. Termasuk juga jika ia harus menyewa tenaga inval. "Pertimbangannya, saya belum tahu seperti apa kerja dan latar belakang tenaga inval. Buat saya, yang penting nyaman dan prkatis saja tinggal di hotel," lanjutnya.
   Nila (35) juga memiliki alasan yang sama. Ia memilih menghabiskan waktu libur Idul Fitri 1433 H dengan mengunjungi pusat perbelanjaan di kawasan Blok M, Jakarta Selatan.
   "Pembantu rumah tangga saya orang sini, tetapi dia libur 10 hari sejak dua hari sebelum Lebaran. Jadi, di rumah repot banget. Saya dan suami akhirnya berbagi tugas mengurus anak-anak dan rumah," ujar Nila, sambil menggoyang-goyang kereta bayinya agar anak bungsunya tak rewel, Selasa (21/8) lalu.

Habiskan waktu
   Sejak hari kedua Lebaran, Nila dan keluarganya sudah dua kali mengunjungi mal. Mereka menghabiskan waktu untuk makan-makan, menemani anak-anak bermain, atau menonton bioskop. Sambil makan, warga Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, itu bersama suami mengawasi dua anaknya yang tengah bermain.
   Di mal, Nila dan suaminya bisa memilih menu apa pun tanpa perlu repot memasak di rumah. Anak-anak pun bisa leluasa bermain di arena permainan. Nila bersama keluarganya mengaku seharian jika rekreasi di mal. Datang pagi pukul 11.00, pulang setelah maghrib. Sampai di rumah mereka tinggal tidur.
   Hal serupa juga dilakukan Senny (31), warga Klender, Jakarta Timur. Ia mengajak kedua anaknya berjalan-jalan ke mal di kaasan Jakarta Selatan Karena alasan yang sama.
   "Kamis sudah masuk. Jadi repot sekali kalau harus mengurus rumah," kata Seny, yang mengaku harus berbagi pekerjaan rumah tangga dengan suami.
   Sejak ditinggal mudik pembantu rumah tangganya, Edgar Sudirman (36), yang tinggal di Puri Kedoya, Jakarta Barat, setiap harinya jalan-jalan di mal sambil emilih makanan siang atau malam, bersama isterinya, Meri Indriana (29).

Tingkat hunian naik
   Direktur Komunikasi Hotel Mulia Ronny Herlambang mengakui, tingkat hunian saat libur Lebaran di hotelnya meningkat 90 persen dari 996 kamar yang tersedia. Padahal, jika liburan akhir pekan, tingkat hunian hotelnya hanya 60 persen.
   "Memang ada sebagian tamu yang menginap setiap libur Lebaran karena pembantunya pulang kampung," kata Ronny.
   Pernyataan Ronny dibenarkan oleh Wakil Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia Johnnie Sugiarto. Menurut dia, pada musim libur Lebaran ini, tingkat hunian hotyel di bebarapa tempat wisata di Indonesia secara rata-rata naik signifikan.
   "Hari-hari biasa, rata-ratanya 55 persen. Akan tetapi, kalau sekarang ini bisa mencapai 100 persen. Paling ada satu arau dua kamar saja yang kosong," ungkapnya.
   Pengunjungnya, tambah Johnnie, didominasi oleh wisatawan lokal, yang memang sengaja ingin berlibur menghabiskan waktu liburan Lebaran dengan keluarga dan sanak saudara.
   Pengunjung mal juga meningkat tajam selama lburan Lebaran. Misalnya, mal Taman Anggrek di kawasan Tomang. Peningkatan pengunjungnya sampai 20 persen daripada hari-hari biasa yang rata-rata sebanyak 40.000 pengunjung.
   "Paling ramai memang tempat makan karena rumah makan di luar rata-rata masih tutup," kata Koordinator Humas dan Komunikasi Mal Taman Anggrek Anastasia Damastuti.
   Anastasia mengatakan, banyak rumah makan yang tutup karena banyak karyawan rumah makan yang mudik ke kampung halamannya. Ini tentu menjadi peluang bagi pengelola mal untuk menjaring pengunjung melalui rumah makan yang tetap buka.
   Hal yang sama disampaikan manager on duty Mal Metropolitan Lukman. Sejak berdiri, mal yang letaknya dekat akses keluar Pintu Tol Bekasi Barat itu sebenarnya tutup selama Lebaran. Namun, karena permintaan pengunjung pada waktu itu, mal akhirnya dibuka sampai hari ini. Mal baru dibuka pukul 12.00 dan tutup lebih awal setengah jam pada malam hari.
   "Belum waktunya buka, tetaqpi pengunjung sudah menunggu di depan pintu. Mereka mengira mal buka seperti biasa. Akhirnya, ya dibuka," kata Lukman.
   Lebaran memang seperti memberikan ruang mencari rezeki. Warga Ibu Kota DKI Jakarta dan sekitarnya tak hanya menghabiskan waktu dengan berkunjung ke berbagai obyek wisata saja, tetapi juga menyerbu mal dan hotel.
   Daripada kerepotan di rumah, tentu lebih baik menghabiskan waktu di mal atau menginap di hotel meskipun harus merogoh kantong lebih dalam lagi (EKI/ILO/ENG/OTW).

Sumber : Kompas, 23 Agustus 2012, hal 11

Pendatang DKI Berkurang

LBH Jakarta: Operasi Yustisi Bentuk Diskriminasi Kependudukan

Jakarta, Kompas --- Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo optimistis urbanisasi pasca-Lebarana tahun ini lebih rendah dibandingkan dengan tahun lalu. Beberapa ahli menilai, pengendalian urbanisasi juga perlu dilakukan dengan tidak diskriminatif dan diimbangi pengendalian dari daerah penyumbang.
   Berdasarkan proyeksi Dinas Kependudukan dn Catatan Sipil DKI Jakarta, jumlah pendatang baru selama musim mudik Lebaran tahun 2012 ini, terhitung selama H-7 hingga H_7 Lebaran, diperkirakan turun sampai 6.000 jiwa.
   Tahun 2011, jumlah pendtanag baru selama mudik Lebaran mencapai sekitar 51.875 jiwa dan pada tahun 2012 ini diproyeksi akan turun menjadi sekitar 45.000 jiwa.
   "Saya melihat pemahaman warga soal kependudukan dan catatan sipil mulai merata. Sebab dari beberapa pemudik yang saya temui tahun lalu, mereka sudah paham soal aturan kependudukan dan catatan sipil di Jakarta. Ini berarti sosialisasi kependudukan di Jakarta berjalan efektif,: tutue Fauzi, Rabu (22/8).
   Pihaknya juga optimistis bahwa pembangunan di daerah asal sudah mulai dirasakan.
   "Kalau di daerah asalnya bisa mendapatkan lapangan pekerjaan dan juga bisa mendapatkan share dari proses pembangunan di daerahnya, mereka tentu akan meilih tinggal di daerahnya," ujarnya.
   Pengendalian urbanisasi penduduk di Jakarta agar berjalan efektif, menurut sosiolog Imam Prasodjo dan pengacara publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Edy Halomoan Gurning, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta perlu bekerja bersama dengan daerah penyumbang urbanisasi terbesar.
   Baik Imam dan Edy sepakat bahwa Prmprov DKI Jakarta khususnya Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil DKI, wajib memiliki data komposisi daerah asal warganya, baik yang resmi maupun yang tidak. Dari data itu terlihat daerah-daerah mana yang sebenarnya bisa diajak kerja sama guna mengurangi arus urbanisasi ke Ibu Kota.
   "Jika datanya menunjukkan kawasan Slawi, Tegal, Brebes, misalnya, Pemprov DKI Jakarta bisa bekerja sama dengan pemerintah daerah setempat  memajukan potensi daerahnya. Tentu saja DKI tidak bisa bekerja sendiri, tetapi harus dibantu pemerintah pusat," kata Edy.
   Sementara itu Imam menambahkan, kawasan Jabodetabek yang kini telah berkembang menjadi satu kesatuan tetap membutuhkan kawasan penyangga. Jika dibiarkan tak terkendali, kawasan seperti Cianjur hanya sekedar menjadi lokasi hunian selain tempat wisata yang kurang berpotensi sebagai kawasan tujuan urbanisasi  baru.
   "Padahal, seperti Purwakarta di Jawa Barat itu kurang apa ada daerah industri, penghasil listrik, dua waduk, potensi wisata besar, tetapi perkembangannya tidak pesat. Coba saja ada kerja sama dengan DKI, mungkin bakal tumbuh pusat ekonomi baru," ucapnya.

OYK diskriminatif  
   Edy pun menilai, operasi yustisi kependudukan (OYK) yang digelar Pemprov DKI setiap pasca-Lebaran, laih-alih mengendalikan urbanisasi, malah menimbulkan diskriminasi penduduk.
   "Penegakan hukum agar aturan kependudukan bisa diterapkan memang harus dilakukan, tetapi harus dilakukan secara total, tidak hanya pasca-Lebaran. Sasarannya pun harus seluruh kelas ekonomi masyarakat, baik yang kaya berpendidikan, maupun yang ekonomi lemah," kata Edy.
   Untuk itu, OYK juga perlu dilakukan dengan persiapan matang. Dengan wilayah seluas Jakarta, OYK tidak akan bisa merata menyeluruh dalam waktu singkat, seperti hanya dalam beberapa pekan pasca-Lebaran.
   Pemerintah bisa memetakan wilayah dan melakukan penyisiran warga yang tidak tertib aturan kependudukan secara bergantian. Waktu yang dibutuhkan dapat satu tahun atau bahkan lebih.
   Edy juga menegaskan, merujuk Undang-Undang no  23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, warga negara Indonesia berhak berpindah tempat dan tidak boleh dilarang atau diusir di tempat baru. Namun, aturan dasar kependudukan, seperti membawa surat pindah, identitas lengkap, dan mengurus surat tinggal di tempat baru, wajib dilakukan (NEL/MDN)

Symber: Kompas, 23 Agustus 2012, hal 20

Sabtu, 11 Agustus 2012

Merawat Pemikiran Ekonomi Hatta

Tanggal 12 Agustus 2012 ini kita mengenang 110 tahun Mohammad Hatta, proklamator pendiri bangsa. Hatta dikenal sebagai sosok pejuang yang satu kata dengan perbuatan, memiliki integritas tinggi, dan pemikir visioner.
   Pemikiran ekonomi Hatta melampaui zamannya, berangkat dari realitas kolonialime dan ekonomi rakyat. Sebagian besar pemikiran Hatta itu masih relevan dengan kenyataan saat ini.
   Pemikiran Hatta tak bisa dilepaskan dari sejarah pergerakan kemerdekaan dan dinamika politik internasional awal abad ke-20. Politik Etis kolonial Belanda telah melahirkan kelas intelektual terdidik, yang kemudian menjadi aktor-aktor penting pergerakan.
   Kekalahan Rusia dari Jerpang pada 1905 telah menciptakan suasana kebatinan baru, yaitu, -meminjam  bahasa Stoddard- bangsa-bangsa kulit berwarna ternyata bisa mengalahkan bangsa-bangsa kulit putih. Peristiwa itu memberi kepercayaan diri bahwa kolonialisme Belanda di Indonesia bisa diakhiri.
   Karena pemikirannya, Hatta pernah ditangkap Belanda pada September 1927 dengan tuduhan "menghasut terhadap pemerintah". Protes muncul di Hindia Belanda oleh Partai Nasional Indonesia (PNI). Hatta dibebaskan pengadilan pada 22 Maret 1928. Pada pidato pemnbelaannya di muka pengadilan Den Haag, 9 Maret 1928, Hatta menyampaikan pleidoi: Indonesie Vrij (Indonesia Merdeka).
   Hatta juga menyatakan visi ekonomi Perhimpunan Indonesia, yaitu (1) memajukan koperasi pertanian dan bank-bank rakyat, (2) memajukan kerajinan nasional atas dasar koperasi, (3) penghapusan sistem pajak bumi, (4) penghapusan tanah partikelir dalam waktu dekat, dan (5) pengaturan kewajiban membayar pajak yang adil dengan membebaskan petani-petani yang memiliki tanah kurang dari setengah bahu dari pembayaran pajak.

Kritik terhadap kapitalisme
   Hatta mengkritik kapitalisme. Kapitalisme akhirnya melahirkan krisis seperti Depresi Besar 1929. Ia menulis artikel :Pengaroeh  Kolonial Kapitaal di Indonesia", "Ekonomi Ra'jat dalam Bahaja" di Daulat Ra'jat tahun 1933. Tulisan Hatta secara jernih dan tajam, membahas ekonomi rakyat, termasuk akibat kondisi malaise, atau meleset.
   Pada 1934, ia menulis buku Krisis Ekonomi dan Kapitalisme untuk menggambarkan dampak krisis terhadap nasib kaum buruh, tani, pedagang kecil dan perekonomian rakyat secara umum, dilengkapi tinjauan sejarah mendalam atas krisis yang terjadi sepanjang sejarah kapitalisme. Buku ini menunjukkan pembahasan ekonomi rakyat tak hanya bersifat populis, tetapi juga teoritis. Dengan kata lain, kajian ekonomi kerakyatan memiliki akar sejarah akademis cukup panjang, bukan hal baru.
   Bagi Hatta, dasar setiap perekonomian adalah bagaimana mencapai kebutuhan hidup rakyat. Jika kebutuhan hidup itu tak dapat dipenuhi, diperlukan impor. Ekspor dilakukan sebagai pembayar impor.
   Kondisi perekonomian kolonial telah menempatkan ekspor sebagai mesin penghasil uang bagi penjajah, sedangkan impor dilakukan untuk perusahaan-perusahaan besar dan keperluan orang Barat di Indonesia. Dengan demikian, Indonesia hanya menjadi daerah ekonomi industri bagi Pemerintah Belanda. Keuntungan sebesar-besarnya masuk ke Belanda.
   Struktur dan sistem ekonomi yang seperti ini telah membuat Indonesia mempunyai kekayaan melimpah tetapi rakyatnya hidup dalam kemiskinan dan kesengsaraan. Ketimpangan ekonomi saat itu sangat tinggi.
  Hatta menyatakan bahwa kapitalisme berpijak di atas dasar perjuangan yang bertambah kuat dan yang lemah menjadi musnah. Pembagian hasil yang adil antara produsen, konsumen, dan saudagar tak pernah tercapai dalam kapitalisme. Ekonomi rakyat dapat dengan mudah dikuasai produsen karena ekonomi rakyat tak tersusun.
   Melalui sudut pandang itu, Hatta menempatkan rakyat sebagai subyek (people based) dan sebagai pusat daridari kegiatan ekonomi (people centered). Gagasan tersebut membuatnya berdiri sangat jauh dari kapitalisme yang berpijak pada faham individualisme atau yang berorientasi pada kepentingan sendiri.
   Sebagaimana tercermin pada gagasan demokrasinya yang sangat dipengaruhi corak demokrasi desa, gagasan ekonomi Hatta pun lebih dekat pada kolektivisme atau kebersamaan dan tak mengharamkan intervensi negara. Bahkan, negara ditempatkannya sebagai pemeran utama dalam usaha menyejahterakan rakyat.
   Dalam cara bagaimana gagasan ekonomi yang berpusat pada rakyat dikerjakan, Hatta sangat memperhatikan realitas konkret dari kehidupan masyarakat Indonesia. Karena tak ada sistem ekonomi yang bisa lepas dari kebudayaan, bagi Hatta, bangun usaha yang cocok dengan budaya Indonesia adalah koperasi. Ia menyebut bahwa koperasi merupakan segi ekonomi dari apa yang disebutnya sebagai "kooperasi sosial lama", yaitu gotong royong.

Tonggak sejarah
   Pemikiran ekonomi Mohammad Hatta telah menjadi tonggak penting dalam sejarah ekonomi politik di Indonesia. Pemikiran itu melembaga dalam konstitusi kita, UUD 1945, khususnya pasal-pasal tentang kesejahteraan sosial, termasuk Pasal 33.
   Hatta membuat konstitusi Indonesia bukan semata dokumen politik, melainkan juga dokumen ekonomi. Berbeda  dengan negara-negara liberal kapitalis, dimana konstitusi hanya bersifat politik saja. konstitusi Indonesia bisa disebut sebagai "Konstitusi Ekonomi".
   Pengalaman pribadi Hatta sebagai pejuang kemerdekaan dan pengalamannya menggauli berbagai pemikiran telah membentuk pemikiran ekonomi Hatta dan berpihak kepada rakyat dan berpijak pada realitas Indonesia. Penekanan pada sektor koperasi dan sektor negara adalah wujud keberpihakannya.
   Dalam pemikiran Hatta, usaha-usaha yang besar harus diselenggarakan oleh negara (BUMN), terutama terkait dengan public utilities, menguasai hajat hidup orang banyak, atau cabang-cabang ekonomi strategis. Adapun jenis-jenis usaha kecil dan sedang dikerjakan oleh koperasi, dimana koperasi diselenggarakan oleh rakyat kecil yang bermodal kecil. Namun, bukan berarti Hatta kemudian anti terhadap usaha swasta. Menurut Hatta, di antara sektor-sektor atau cabang ekonomi yang dikerjakan oleh negara dengan koperasi itu masih terdapat wilayah ekonomi yang luas yang bisa digarap swasta.
   Sekilas pemikiran ekonomi Hatta ini masih relevan menjadi pedoman mengarahkan biduk ekonomi Indonesia di tengah gelombang krisis yang selalu inheren dengan kapitalisme.

Penulis: Fadli Zon, Direktur Institute for Policy Studies; Alumnus London School of Economics, Inggris
Sumber : Kompas, 11 Agustus 2012, hal 7

Jumat, 03 Agustus 2012

Pengupahan: Polemik Terjadi akibat Negara Absen

Jakarta, Kompas --- Berbagai polemik pengupahan yang memicu ketegangan hubungan industrial lebih banyak dipicu ketidakhadiran negara dalam menyejahteraan rakyat. Pemerintah semestinya mendudukkan soal upah minimum dan kebutuhan hidup layak dengan adil kepada pekerja dan pengusaha.
   Demikian benang merah diskusi panel Speak Up bertajuk "Gonjang-ganjing seputar Kebutuhan Hidup Layak" yang diselenggarakan Apindo Training Centre (ATC), di Jakarta, Jumat (3/8).
   Diskusi yang dibukan Ketua Umum Asosiai Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi menghadirkan Muhammad Aditya Warman dari ATC, Ketua Dewan Pengupahan Nasional Myra Maria Hanartani, Hariyadi B. Sukamdani dari Apindo, dan Prof Budi Sutjipto dari Universitas Indonesia. Dari buruh hadir Sekjen Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Muhammad Rusdi dan Lukman Baso dari Federasi Serikat Pekerja Nasional.
   Sofjan menegaskan, pemerintah perlu menetapkan upah berdasarkan klasifikasi perusahaan. Dia resah masalah upah minimum selalu muncul tiap akhir tahun yang diiringi unjuk rasa yang mengganggu proses produksi dan iklim hubungan industrial.
   "Perusahaan besar membayar besar dan perusahaan kecil membayar kecil. Jadi tidak lagi sama rata," kata Sofjan.
   Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar menerbitkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Mennakertrans) Nomor 13/2012 menggantikan komponen acuan dan pelaksanaan tahapan kebutuhan hidup layak (KHL) yang lama. Pemerintah menambah jumlah komponen acuan kebutuhan hidup layak dari 46 komponen, sesuai Peraturan Mennakertrans No 17/2005 menjadi 60 komponen dalam aturan baru.
   Keputusan pemerintah ini mengejutkan kalangan pengusaha karena hasil survei lapangan Dewan Pengupahan Nasional merekomendasikan empat komponen baru. KSPI pun menggalang unjuk rasa masif pada 12 Juli 2012, menolak putusan pemerintah dan menuntut komponen acuan survei KHL, ditambah 86-120 butir lagi.
   Rusdi menegaskan, KSPI tidak anti pengusaha dan investor. Mereka hanya ingin memperjuangkan upah layak bagi pekerja.
   Menurut Lukman, polemik upah minimum dan KHL muncul akibat ada kata layak dalam penetapan upah minimum. Perjuangan serikat pekerja seharusnya menjamin kesinambungan pekerjaan dan menyejahterakan pekerja dengan masa kerja lebih dari setahun.
   Hariyadi mengungkapkan, semua ingin hidup sejahtera, baik pekerja maupun pengusaha. Dia meminta serikat pekerja mengedepankan musyawarah, bukan unjuk rasa. Menurut Hariyadi perundingan untuk mencapai titik persamaan jangan sampai merusak iklim investasi. (HAM)

Sumber : Kompas, 4 Agustus 2012, hal 19

Sabtu, 28 Juli 2012

Cecilia Susiloretno: Memperjuangkan Hak Pekerja Rumahan

Fenomena pekerja rumahan di Indonesia, khususnya Malang Raya semakin marak terjadi. Pekerja rumahan adalah buruh subkontrak yang mengerjakan order dari perusahaan dengan sistem lepas.
   Sistem kerja rumahan tersebut sangat ekonomis dan efisien bagi pengusaha. Disini pengusahan tidak perlu mengeluarkan dana untuk tunjangan hari raya (THR), Jamsostek, gaji tetap, tunjangan kesehatan, dan   tunjangan lain seperti kewajiban perusahan kepada karyawan resmi. Namun bagi pekerja, sistem rumahan dianggap tak manusiawi.
   "Kalau model kerja seperti outsourcing (alih daya) dianggap merugikan pekerja, siste, pekerja rumahan bisa dibilang lebih buruk," ujar Cecilia Susiloretno, Sekretaris Jenderal Mitra Wanita Pekerja Rumahan Indonesia atau MWPRI, Selasa (24/7), di Malang.
   "Pekerja rumahan tidak bernaung dalam lembaga tertentu. Mereka tak terikat kontrak. Hubungan kerjanya sebatas barang yang dikerjakan," ujarnya.
   Jasa pekerja rumahan biasanya dihargai sangat murah, sekitar sepersepuluh (1/10) dari harga jual produk buatannya. Semisal harga sebuah kalung manik-manik dari kayu Rp 10.000, maka di tangan pekerja rumahan itu, setiap kalung dihargai Rp 1.000.
   Contoh lain, pemetik kecambah yang biasa disetorkan ke pasar hanya memperoleh upah Rp 7000 untuk satu kilogram kecambah yang dia bersihkan.
   Kondisi itu dimungkinkan karena semua bahan baku produk yang mereka hasilkan disediakan oleh pemberi order. Pekerja rumahan "hanya" bertugas merangkainya.
   "Padahal, kalau terjadi sesuatu terhadap barang itu, misalnya rusak atau tak sesuai pesanan, biasanya yang harus menanggung pekerja rumahan. Mereka juga terpapar cat berbahaya dari bahan kimia yang dipakai dalam pembuatan produk," katanya.
   Di sini, pekerja rumahan harus menanggung sendiri akibatnya. Mereka tak punya jaminan ksesehatan atau kecelakaan kerja. "Hal-hal seperti itu nyaris tak pernah diperhatikan."

Berbagai usaha
   Berdasar penelitiannya, setidaknya 50 persen dari total pekerja informal adalah pekerja rumahan. Di Malang, sistem kerja itu dianut berbagai jenis usaha, seperti konfeksi, rokok, bordir dan sepatu. Di malang Raya misalnya, banyak bidang usaha yang beralih pada model pekerja rumahan.
   Salah satu perusahaan sepatu di Malang misalnya, menutut Cecilia dari 800-an karyawan sebelumnya, kini hanya mempekerejakan sekitar 200-an orang. Selebihnya diberikan kepada pekerja rumahan, mereka yang tak masuk catatan resmi karyawan perusahaan.
   Tergerak untuk membela hak perempuan pekerja rumahan, ia mengajak pekerja rumahannuntuk berhimpun dalam Mitra Wanita Pekerja Rumahan Indonesia tahun 1996.
   MWPRI adalah organisasi yang menjadi mitra pekerja rumahan. Mereka melakukan advokasi hukum dan pendampingan bagi pekerja rumahan. Mereka juga mencoba membangun penyadaran bagi pekerja rumahan, untuk membuka usaha mandiri.
   Keterlibatan Cecilia dengan pekerja rumahan bisa dibilang tak sengaja. Pada 1989, kala ia menjadi peneliti di LSM Yayasan Pengembangan Pedesaan (YPP), tugasnya antara lain meneliti pekerja rumahan. Dari penelitian itu, ia mendapatai fakta, sebagian besar mereka adalah perempuan. Pendapatan mereka pun minim.
   Usai penelitian itu, ia lebih intensif berhubungan dengan perempuan pekerja rumahan. Sebagai sekretaris pada LSM YPP, ia muilai mengorganisasi mereka.
   "Awalnya kami minta bantuan kepala desa untuk mengumpulkan mereka. Namun lama-lama cara itu tak efektif, karena satu per satu mulai tak datang. Mereka beralasan harus menyelesaikan order," ujar Cecilia yang pernah menjadi dosesn pada beberapa universitas di Kota Malang pada tahun 1990-an.
   Jadilah dia dan teman-teman LSM itu melakukan pendekatan personal. Mereka tinggal sebulan di desa pusat pekerja rumahan demi mendapatkan kepercayaan. "Akhirnya, mereka percaya, kami serius mau membantu," ujar Cecilia yang berhenti menjadi dosen agar fokus mengurusi perempuan pekerja rumahan.
   Sejak itu ia terus mendorong isu perempuan pekerja rumahan agar pemerintah daerah membuat peraturan perlindungan pekerja rumahan. "Namun pemerintah daerah butuh aturan untuk melangkah, jadilah kami membawa isu ini ke pemerintah pusat."

Berorganisasi
   Dalam naungan MPWRI, perempuan pekerja rumahan diajak berorganisasi, didorong membuat serikat buruh, diberi pelatihan keterampilan dana manajemen, serta koperasi.
   "Koperasi bersama dengan sistem tanggung renteng ini, penting. Melalui koperasi, pekerja rumahan yang ingin memperoleh modal usaha bisa mendapatkannya, meski tanpa agunan. Jaminannya, persetujuan dari kelompoknya," ujar Cecilia.
   Upaya pemberdayaan itu dinilai mampu mendorong pekerja rumahan yang awalnya yang awalnya hanya buruh subkontraktor, menjadi pengusaha kecil.
   Upaya Cecilia dan rekan-rekannya di MPWRI untuk memutus mata rantai sistem pekerja rumahan, tak sia-sia. Telah banyak perempuan pekerja rumahan yang bisa melepaskan diri dari perusahaan. Mereka bisa mandiri dan mampu mendirikan usaha sendiri.
   "Satu hal yang menggembirakan, perjuangan kami mengangkat masalah pekerja rumahan menjadi isu nasional itu menunjukan hasil. Kini ada draft final peraturan dari Menteri Pemberdayaan Perempuan yang khusus untuk perlindungan perempuan pekerja rumahan," tutur Koordinator Homnet Asia Tenggara, orgaisasi untuk perlindungan pekerja rumahan ini.
   Jika peraturan menteri ini sudah resmi, ia berharap diteruskan ke Kementerian Perdagangan. Berikutnya, perlindungan pekerja rumahan diharapkan tak hanya berlaku pada perempuan, namun juga lelaki.
   "Setiap daerah bisa menjadikannya dasar peraturan daerah perlindungan pekerja rumahan. Semoga dengan ini, hak-hak pekerja rumahan mulai diperhatikan," katanya.

Penulis: Dahlia Irawati

Sumber: Kompas, 27 Juli 2012, hal 16

Minggu, 22 Juli 2012

Solusi untuk Praktik Kerja Alih Daya


Polemik tentang pekerja alih daya atau outsourcing sebenarnya sudah lama terjadi, bahkan saat Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan masih berbentuk rancangan atau draft.
   Akan tetapi, tetap saja banyak pihak yang masih salaj arah memahami akar soal. Jenis kerja alih daya itu ada dua jenis: pertama, alih kerja pemborongan pekerjaan, yaitu kegiatan pemborongan pekerjaan tertentu kepda perusahaan yang lebih profesioanl dan, kedua, pengerahan tenaga kerja melalui jasa pengerah tenaga kerja.
   Contoh kegiatan pemborongan pekerjaan adalah perusahaan pabrik pakaian Gap memborongkan pembuatan kancing baju ke perusahaan spesialis pembuat kancing baju. Jenis alih daya ini sudah eksis sejak ratusan tahun lalu dengan tanpa ada masalah. Sedangkan pengerahan tenaga kerja, melalui jasa pengerah tenaga kerja, perusahaan mendistribusikan pekerja kepada perusahaan yang membutuhkan.
   Bentuk terakhir inilah yang selama ini dipersoalkan buruh karena sejak inilah buruh sah dianggap sebagai barang komoditi yang bisa diperjualbelikan sebagaimana layaknya produk industri umum. Analisis di bawah ini selanjutnya akan merujuk ke bentuk kedua ini.

Implikasi nyata
   Ada beberapa implikasi nyata yang dialami buruh alid daya akibat praktek ini. Pertama, upah mereka lebih rendah 26 persen dibandingkan dengan buruh tetap (FES, Jakarta 2011) karena mereka jarang menerima upakh di atas upah minimum provinsi (UMP). Mereka juga tidak mendapatkan fasilitas, tunjangan, dan bonus.
   Kedua, hampir semua buruh alih daya adalah buruh kontrak. Dari 20 daerah industri utama di Indonesia, sebanyak 69 persen mempekerjakan buruh kontrak (Solidarity Center, Jakarta 2010).
   Ketiga, pelanggaran terhadap status badan hukum. Undang-Undang menyatakan bahwa hanya pengerah jasa tenaga kerja yang berbadan hukum PT dan koperasi dan terdaftar di Kementerian tenaga Kerja dan Transmigrasi atau Dinas Ketenaga-kerjaan dan Transmigrasi yang bisa berbisnis alih daya.
   Dalam praktiknya, berbagai unit usaha lembaga pelatihan, pendidikan, dan individu ikut melakukan bisnis ini. Pelanggaran ini terjadi meluas dari hari ke hari tanpa tindakan yang memadai dari pengawas ketenagakerjaan.
   Keempat, multitafsir terhadap "pekerjaan utama" dengan "pekerjaan jasa penunjang". Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi darfi satu daerah bisa meiliki tafsir yang berbeda dengan daerah lain dalam menetapkan jenis pekerjaan. Undang-undang Nomor 12 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan hanya menyebutkan lima contoh pekerjaan jasa penunjang, yakni jasa kebersihan (cleaning service), penyedia makanan, tenaga pengamanan, jasa penunjang di pertambangan dan perminyakan, dan usaha penyediaan angkutan buruh.
   Kelima, buruh sulit bergabung menjadi anggota serikat buruh akibat pendeknya usia masa kerja dan buruh takut tidak mendapat perpanjangan kerja. Kondisi ini makin melengkapi kerentanan perlindungan terhadap mereka dengan absennya pengawasan ketenagakerjaan.
   Keenam, akibat izin alih daya bisa dikeluarkan oleh kementerian atau dinas tenaga kerja dan transmigrasi di pusat dan di daerah, pengawasan ketenagakerjaan menjadi tidak efektif. Perusahaan yang melakukan pelanggaran di wilayahnya hanya bisa disidik oleh pengawas dari daerah bersangkutan. Misalnya di Kabupaten Bogor ada ratusan perusahaan alih daya yang beroperasi, tetapi hanya sepertiga dari jumlah perusahaan ini yang izinnya berasal dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Bogor.

Upaya perbaikan
   Tidak ada satu negarapun di dunia ini yang bebas dari parkatik bisnis alih daya. Yang membedakan hanya pada sistem dan mekanisme perlindungannya. Indonesia adalah negara yang perlindungannya sangat minim. Itulah sebabnya pemiskinan buruh terjadi secara sistematis sejak Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 diperkenalkan.
   Di Australia, upah buruh alih daya 25 persen lebih tinggi ketimbang buruh tetap. Upah leboh tinggi ini dimaksudkan untuk mengkompensasi tiadanya pesangon dan cuti tahunan. Di Malaysia, Filipina, dan Thailand, buruh kontrak hanya diperkenankan untuk digunakan selama enam bulan, sementara di Indonesia dimungkinkan penggunaan selama tiga tahun.
   Untuk mencegah kerusakian yang semakin parah, pemerintah harus segera melakukan tindakan sebagai berikut. Pertama, pemerintah perlu segera merevisi atau mengganti Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 dengan alasan undang-undang tersebut telah tercabik-cabik akibat seringnya Mahkamah Konsitusi merevisi pasal-pasal undang-undang tersebut.
   Sejauh ini sudah enam putusan Mahkamah Konstitusi yang merevisi Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 dan tampaknya ini masih akan terus bertambah. Jadi, atas dasar kepentingan yang mendesak, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi bisa mengajukan draft undang-undang baru ke DPR tanpa harus melewati prosedur normal program legislasi nasional.
   Kedua, upah buruh alih daya seharusnya dibuat lebih tinggi dibandingkan dengan upah buruh tetap karena buruh alih daya cenderung buruh kontrak yang tidak memiliki akses untuk mendapat pesangon, mereka dikontrak secara terus menerus, tidak dicakup dalam Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) dan tidak memiliki kepastian kerja. Di sinilah seharusnya pemerintah tampil memberikan keadilan dengan memberikan perlindungan tambahan terhadap mereka yang berada dalam posisi rentan ini.
   Perbedaan upah buruh tetap itu setidaknya 8,3 persen per bulan. Angka ini lahir dari asumsi, bila buruh menerima tambahan sebesar 8,3 persen di atas upah buruh tetap per bulan dalam 12 bulan mereka akan mendapat upah 100 persen, atau sama dengan satu bulan gaji. Selisih satu bulan ini adalah kompensasi sebagai pengganti pesangon. Dengan adanya sistem pengupahan seperti ini, akan berkurang minat pengusaha menggunakan buruh kontrak (outsourcing) karena biaya yang dikeluarkan untuk membayar ongkos buruh menjadi sama besarnya dengan jika menggunakan tenaga tetap.
   Ketiga, bila perubahan undang-undang tidak dimungkinkan, pemerintah bisa menertibkan semua lembaga penyelenggara bisnis alih daya dengan cara mengkaji secara menyeluruh semua izin bisnis alih daya di seluruh Indonesia. Semua izin alih daya harus diteliti dan selanjutnya agen yang menyimpang izinnya harus dicabut. Usul dalam bentuk moratorium tidak menyelsaikan masalah, hanya memnunda persoalan. Selain itu, bisa berkesan memproteksi mereka yang saat ini sedang melakukan menyimpangan.
   Keempat, mencegah multitafsir dengan menetapkan jenis pekerjaan pokok dan penunjang. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi bisa membuat daftar dan jenis pekerjaan yang bisa dan tidak bisa dialihdayakan. Penetapannya bisa dirumuskan secara tripartit nasional sektoral. Bila di kemudian haru ada jenis pekerjaan yang belum diidentifikasi oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, penetapannya bisa disepakati secara bipartit di tingkat perusahaan.
   Kelima, izin bisnis alih daya sebaiknya dikeluarkan oleh satu institusi saja, yaitu Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten/Kota. Tujuannya, agar gampang diawasi dan ditindak bila menyimpang. Selanjutnya, dokumen izin alih daya harus diberikan kepada serikat buruh di perusahaan bersangkutan.
   Keenam, karena Undang-undang nomor 13 tahun 20103 tidak mengatur pemberian sanksi terhadap pelanggaran atas praktik alih daya, Kementerian Tenaga Kereja dan Transmigrasi bisa membuat saksi administratif yang jelas terhadap pemilik bisnis alih daya. Setidaknya dengan membuat daftar hitam untuk mereka yang melanggar, sehingga mereka tidak berani lagi melakukan penyimpangan.
   Ketujuh, perlu reformasi pengawasan tenaga kerja. Pengawasan sebaiknya melibatkan tripartit. Pegawai penyidik tetap domain pemerintah, tetapi aktivitas penyidikan bisa mengikutsertakan tripartit. Perencanaan pengawasan, evaluasi, dan perbaikan bisa dilakukan bersama dengan dewan tripartit pengawasan. Dengan demikian, nantinya ada transparansi atas penyelenggaraan pengawasan. Pengawasan selama ini lemah akibat tidak memadainya jumlah tenaga pengawas, tidak dilibatkannya pihak tripartit, adanya praktik korupsi, dokumen pengawasan yang tertutup, serta meluasnya jumlah perusahan skala kecil dan menengah. Sesungguhnya secara tertulis, usul ini pernah disampaikan kepada Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, diungkapkan di berbagai seminar, disampaikan pada aksi demo buruh, ytetapi belum ada tanda-tanda upaya perbaikan.

Penulis: Rekson Silaban, Aktivis Buruh dan Governing Body Organisasi Buruh Internasional (ILO)
Sumber: Kompas, 20 Juli 2012, hal 6.

Minggu, 15 Juli 2012

Tim AS, Kostum China

Senat dan Kongres Berang, Seragam Tak Dibuat di Dalam Negeri

Washington DC, Kamis --- Kontingen AS di Olimpiade London 2012 penuh  bintang, seperti tim impian bola basket NBA dan pemegang rekor medali Michael Phelps. Mereka akan berderap gagah di pembukaan dengan seragam buatan China. Maka, para anggota Kongres dari Partai Republik dan Demokrat meradang.
   Sesungguhnya, seragam kontingen AS itu bagus luar biasa. Modis. Mereknya saja dari produsen dan desainer AS terkenal, Ralph Lauren.
   Seragam kontingen AS memadukan tiga warna keganggan negeri itu merah, putih dan biru laut - navy blue. Warna yang ada di bendera Stars and Stripes.
   Untuk berparade di upacara pembukaan, kostum kontingen terdiri dari dua potong atasan dan bawahan putih, dibalut blazer biru laut, dengan kepala dilindungi baret biru. Sentuhan warna merah ada pada dasi atau aksesori di baret. Pembukaan Olimpiade 2012 akan berlangsung di Stadion Olympic Park, London, 27 Juli nanti.
   Tak cuma untuk berparade pada hari pembukaan, Ralph Lauren juga sudah menyediakan kostum untuk berbagai kesempatan. Adsa kostum untuk aktivitas senggang di perkampungan atlet, juga kostum untuk acara penutupan Olimpiade, 12 Agustus 2012.
   Hanya saja, segala kostum itu dibuat di pabrik garmen China. Itulah yang membuat para anggota legislatif Negara Paman Sam berang pada Komite Olimpiade AS, USOC.
   Alasan para anggota kongres, USOC begitu tega memberi kesempatan bisnis terhadap industri luar negeri saat industri tekstil dalam negeri kembang kempis. Belum lagi, begitu banyak tenaga kerja di AS yang begitu membutuhkan pekerjaan.
   "Saya begitu marah. Saya kira, USOC seharusnya malu kepada diri sendiri. Saya pikir, mereka seharusnya tidak enak hati. Saya pikir, seharusnya mereka mengambil semua seragam itu, menumpuknya, dan membakar semuanya, lalu mulai dari awal lagi," kata Ketua Mayoritas di Senat Harry Reid di Washington DC, Kamis (12/7). Pernyataan itu disampaikan Reid yang berasal dari Partai Demokrat dalam jumpa pers menyangkut kebijakan pajak.
   Reid menambahkan, bagi kontingen AS, seragam yang jauh lebih sederhana buatan dalam negeri akan jauh lebih baik dibandingkan kostum yang saat ini disiapkan. "Jika mereka harus mengenakan selembar singlet dengan tulisan USA, diwarnai dengan tangan, itulah yang seharusnya dipakai," katanya.
   Steve Israel, anggota Partai Demokrat dari New York, juga mengingatkan, ada 600.000 pabrik yang membutuhkan pekerjaan di AS. "Dan USOC menyerahkan pembuatan seragam kepada China?" katanya.
   Ketua Demokrat di Kongres Nancy Pelosi juga sama tak setujunya. Namun, dia menyampaikannya tidak dalam gaya yang selugas rekan satu partainya. Dengan gaya diplomatis, Pelosi menegaskan, dia sangat bangga kepada para atlet Olimpiade AS. Namun, seharusnya mereka mengenakan seragam buatan dalam negeri," katanya.
   Adapun juru bicara partai oposisi Republik di Kongres, John Boehner, cukup menyentil USOC dengan kalimat singkat. "Semula Anda pikir, mereka tahu lebh baik," ujarnya.
   Protes atas seragam merek AS buatan China tak cuma terlontar dari para anggota dewan yang terhormat. Situs berita CNN mewartakan, artis dan aktivis hak asasi manusia Mia Farrow juga mengeluarkan unek-unek lewat Twitter. Dia meminta Ralph Lauren menjelaskan langkahnya memberikan kesempatan memproduksi seragam kepada China.
   "Tolong Anda jelaskan kepada kami semua, mengapa seragam kontingen olimpiade AS dibuat di China, kenapa bukan buatan AS? Bakar semuanya dan mulai lagi dari awal. bagaimana?" tanya Farrow lewat Twitter.

USOC bersikukuh
   Menghadapi hujan kritik tersebut, USOC bersikukuh atas keputusan mereka memilih Ralph Lauren, sekaligus membela keputusan desainer itu meyerahkan produksi seragam ke China. "Tidak seperti umumnya tim olimpiade di seluruh dunia, tima AS sepenuhnya didanai swasta dan kami berterima kasih atas dukungan dari para sponsor," kata juru  bicara USOC, Patrick Sandusky. Di samping Raplh Lauren, atlet AS akan memakai kostum buatan Nike saat berlaga.
   Ditambahkan, USOC sangat bangga bisa bermitra dengan Ralph Lauren yang juga mendukung tim AS secara finansial. "Sebuah perusahaan yang jadi ikon AS," ucapnya. (AP/YNS)
 
Sumber: Kompas, 14 Juli 2012, hal 29

Sabtu, 14 Juli 2012

Ketenagakerjaan: Angkatan Kerja Makin Sulit Terserap

Semarang, Kompas --- Angkatan kerja di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, semakin sulit terserap di dunia kerja. Pekerjaan kasar yang banyak tersedian semakin tidak diminati. Pemerintah pun kini fokus untuk mendorong warga berwirausaha.
   Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Sosial Kabupaten Semarang Romlah, Kamis (12/7), menyebutkan, angka pengangguran di Kabupaten Semarang tahun 2011 mencapai 14 persen dari angkatan kerja sebanyak 622.000. Dalam lima tahun, ditargetkan angka pengangguran menurun hingga 9,0 persen. Artinya, setiap tahun harus ada 10.000 tenaga kerja terserap.
   Romlah mengatakan, sebenarnya banyak lowongan kerja yang tersedia karena Kabupaten Semarang merupakan sentra industri. Semester 2012 sekitar 6.000 - 7.000 lowongan pekerjaan tersedia. Namun, tidak banyak yang berminat untuk melamar dan spesifikasi yang ditawarkan tidak sesuai.
   "Sekarang ini pekerjaan kasar sudah tidak begitu diminati perempuan. Mereka yang lulus SMA/SMK tidak banyak yang mau bekerja sebagai buruh pabrik. Padahal, banyak industri mencari tenaga kerja perempuan," tutur Romlah.
   Selain itu, pengiriman tenaga kerja Indonesia keluar negeri juga berkurang. Tahun 2010, tercatat 1.500 TKI dikirim ke beberapa negara. Namun setelah moratorium pengiriman TKI ke Arab Saudi pada pertengahan 2011, angkanya berkurang drastis. Tahun 2011 tidak sampai 1.000 TKI yang berangkat ke luar negeri. Hingga Juni 2012, baru ada 150 TKI yang berangkat ke Hongkong dan Taiwan.

Wirausaha
   Pemkab Semarang kini fokus mengembangkan kewirausahaan. Balai Laithan Kerja yang sebelumnya melatih tenaga-tenaga terampil untuk menyesuaikan permintaan dunia industri, kini bergeser memberi pelatihan untuk wirausaha, seperti menjahit atau potong rambut.
   Romlah menargetkan ada 1.000 orang bisa ikut pelatihan pada tahun 2012. Pihaknya juga bekerja sama dengan lembaga keuangan mikro syariah (baitul maal wa tamwil/BMT) Mereka yang dinilai layak dapat memperoleh pinjaman modal dengan mudah.
   Wakil Kepala SMK Negeri I Tengaran Tutik Mardiningsih Lestari mengatakan, saat ini lulusan SMK memang sudah banyak yang memilih berwirausaha atau melanjutkan studi. Sebanyak 40 persen lulusan SMKN 1 Tengaran terserap di perusahaan atau industri, sedangkan sisanya memilih berwirausaha dan studi lanjut.
   Di Kabupaten Kudus, penyerapan tenaga kerja dari tahun ke tahun sangat rendah. Dari ribuan pencari kerja, rata-rata yang terserap hanya di bawah 25 persen.
   Adapun jumlah pencari kerja setelah pengumuman kelulusan sekolah pada bulan Juni meningkat hingga tiga kali lipat dibandingkan bulan-bulan sebelumnya. Ini seperti yang terjadi di Kota Tegal. (UTI/HEN/WIE)

Sumber: Kompas, 14 Juli 2012, hal 22

Pemerintah Akan Tertibkan Alih Daya

Jakarta, Kompas --- Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar meminta pemerintah daerah menarik izin penyedia tenaga alih daya yang tidak taat azas. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi bersama pemerintah daerah akan menertibkan praktik alih daya (outsourcing).
   Muhaimin di Jakarta, Jumat (13/7), menegaskan, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta pemerintah daerah harus solid menertibkan pelanggaran regulasi dalam praktik alih daya. Muhaimin mengatakan, pemerintah memperkuat pengawasan ketenagakerjaan.
   "Saya minta pemerintah daerah segera mencabut izin operasional pengerah tenaga outspurcing yang tidak mematuhi Undang-undang Ketenagakerjaan. Pemda yang menertibkan izin-izin itu," ujar Muhaimin.
   Praktik pemborongan pekerjaan dan jasa penyediaan pekerja diatur Pasal 50-66 dalam Bab IX mengenai hubungan kerja dalam UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. PAda 17 Januari 2012, Mahkamah Konstitusi dalam putusan bernomor 27/PUU-IX/2011 menyatakan, Pasal 65 Ayat 7 dan Pasal 66 Ayat 2 Huruf b UU Ketenagakerjaan bertentangan secara bersyarat dengan UU 1945.
   Berdasarkan data Kemenakertrans tahun 2006, ada 22.275 perusahaan dengan 2.114.774 pekerja yang memberikan pekerjaan kepada pihak lain. Dari sisi pemasok, ada 1.540 perusahaan pemborongan pekerjaan yang mempekerjakan 78.918 tenaga kerja dan 1.082 perusahaan penyedia jasa yang menyediakan 114.566 tenaga alih daya.
   Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Sofjan Wanandi mengatakan, alih daya sah menurut UU Ketenagakerjaan. "Jangan memaksa pemerintah mengatur hal dengan melanggar UU. Revisi UU Ketenagakerjaan merupakan kewenangan DPR," ujar Sofjan.
   Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia Said Iqbal meminta pemerintah membekukan operasi dan mencabut izin perusahaan penyedia tenaga alih daya sampai  1 September 2012. Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia Timbul Siregar mengatakan, sistem alih daya adalah keniscayaan bisnis bertujuan pemborongan pekerjaan yang menjadi bermasalah karena dipukul rata menjadi alih daya.
   Pengamat ekonomi Yanuar Rizky mengatakan, pertumbuhan ekonomi tinggi dengan kenaikan jumlah pekerja alih daya mencerminkan kualitas pembanguna yang buruk. "Pemerintah bisa menjual surat utang kepada Bank Indonesia untuk membangun infrastruktur yang menciptakan lapangan kerja formal baru," ujar Yanuar. (HAM)

Sumber: Kompas, 14 Juli 2012, hal 18

Pengupahan: Kesejahteraan Buruh, Tanggung Jawab Siapa?

Ribuan buruh di bawah panji Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia berunjuk rasa ke Istana Merdeka dan sejumlah kementerian di jakarta, Kamis 12/7). Banyak warga yang bertanya-tanya, agenda apa yang diusung dalam unjuk rasa besar ketiga setelah aksi blokade Jalan Tol Jakarta-Cikampek apada 27 Januari 2012 dam unjuk rasa Hari Buruh Internasional pada 1 Mei 2012.
   Seperti pada unjuk rasa masif sebelumnya, aksi kali ini masih mengusung isu-isu serupa. Mereka menuntut pelarangan tenaga alih daya (outsourcing) dan penghapusan politik upah murah serta menolak wacana buruh menanggung iuran 2 persen dari total 5 persen upah dalam program jaminan kesehatan mulai Januari 2014.
   Mereka, dengan kegelisahan di dada, meninggalkan pabrik dan mendatangi kantor para pengambil kebijakan yang sedang menjalankan amanat rakyat yang memimpin negara. Kegelisahan menanti kepastian keberpihakan pemerintah membuat kebijakan yang mampu menyejahterakan buruh.
   Pemerintah Indonesia boleh membusungkan dada karena Indonesia mampu membeli obligasi IMF senilai 1 miliar doillar AS (Rp 9,4 triliun) demi membantu perekonomian global. Sementara untuk menarik investor asing, pemerintah senang mempromosikan upah murah pekerja sebagai keunggulan komparatif Indonesia di pasar global.
   Paradigma ini tampak dari penetapan upah minimum provinsi (UMP) tahun 2012 bagi para pekerja lajang dengan masa kerja kurang dari 1 tahun. Baru enam dari 33 provinsi yang telah mendapatkan UMP tahun 2012 lebih dari 100 persen kebutuhan hidup layak (KHL). Keenam provinsi itu adalah Sumatera Utara dengan UMPK Rp1,2 juta setara 115,94 persen KHL, Bengkulu Rp 930.000 (105,17 persen), DKI Jakarta Rp 1.529.150 (102,09 persen), DI Yogyakarta Rp 892.660 (103,51 persen), Sulawesi Utara Rp 1,25 juta (115,97 persen), dan Sulawesi Selatan Rp 1,2 juta (103,32 persen).

Keberpihakan negara
   Pemerintah boleh bangga menerima puja-puji terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Produk domestik bruto Indonesia tahun 2011 boleh Rp 7.427,1 triliun, tetapi lihat bagaimana nasib buruh kita. Dari 112,8 juta orang yang bekerja per Januari 2012, baru 42,1 juta orang yang bekerja di sektor formal dan 70,7 juta orang masih di sektor informal yang minim perlindungan sosial dengan upah yang rendah. Persoalan besar lain adalah 55,5 juta pekerja berpendidikan sekolah dasar atau lebih rendah. Pemerintah harus serius mengatasi masalah ini agar memiliki pekerja yang kompeten agar memenuhi kebutuhan pasar kerja dan memperoleh upah layak.
   Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Muhaimin Iskandar memang sudah menandatangani Peraturan Menakertrans nomor 13/VII/2012 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak sebagai revisi Peraturan Menakertrans nomo 17 Tahun 2005 yang menambah komponen sumber acuan survei KHL dari 46 butir menjadi 60 butir. Namun  keputusan itu belum menjamin buruh bisa menikmati upah layak.
   Pemerintah semestinya serius menuntaskan berbagai pekerjaan rumah, seperti penyediaan infrastruktur, pungutan liar, birokrasi lamban, kepastian hukum, dan jaminan pasokan energi, yang merupakan kendala utama pengusaha meningkatkan daya saing. Di tengah serbuan produk China yang menggerus pangsa pasar produk nasional di dalam negeri, pengusaha harus bersiasat menekan biaya demi menjaga daya saing.
   Jika masalah ini teratasi, tentu daya saing produk Indonesia meningkat sehingga pengusaha bisa membayar remunerasi buruh jauh lebih baik dari sekarang. Saat buruh hidup lebih sejahtera, mereka akan berbelanja lebih banyak sehingga pabrik akan memprodukdi lebih banyak dan negara menerima pajak lebih banyak untuk membiayai pembangunan. (Hamzirwan)

Sumber: Kompas, 14 Juli 2012, hal 17

Jumat, 13 Juli 2012

Dampak Krisis:Peugeot Menutup Pabrik dan PHK 8.000 Karyawan

Paris, Jumat --- Harga saham perusahaan otomotif PSA Peugeot Citroen jatuh hingga lebih dari 8 persen, Jumat (13/7), sehari setelah pabrikan mobil asal Perancis itu mengumumkan rencana pemutusan hubungan kerja 8.000 pekerjanya dan penutupan salah satu pabrik di Perancis.
   Dari Jerman dilaporkan, pabrikan mobil Opel kembali mengganti CEO-nya. Keputusan itu dipandang sebagai sinyal ketidakpuasan manajemen induk perusahaannya, General Motors (GM), dari AS terhadap proses restrukturisasi Opel yang tak kunjung menbuahkan hasil.
   Dua perusahaan tersebut trerus menderita kerugian di tengah stagnasi pasar mobil Eropa yang dilanda krisis ekonomi berkepanjangan.
   Phillipe Varin, CEO PSA Peugeot Citroen, yang mengumumkan rencana pemberhentian 8.000 pegawainya, Kamis, mengatakan pihaknya tak punya pilihan lain setelah terus merugi hingga 100 juta euro (Rp 1,15 milyar) per bulan. Semester pertama tahun ini, perusahaan tugi hingga 700 juta euro.
   Hal ini memaksa PSA menutup salah satu pabriknya di Aulnay di Utara Perancis, yang selama ini memproduksi mobil Citroen C3 dan mempekerjakan lebih dari 3.000 pegawai. Aulnay akan menjadi pabrik mobil pertama di Eropa yang tutup dalam dua dekade terakhir.
   Selain itu, PSA akan memberhentikan 1.400 pekerjanya di pabrik di Rennes, dan sekitar 3.600 pegawai dari beberapa lokasi cabang di Perancis.
   "Saya sadar betapa serius langkah ini bagi mereka yang terdampak dan bagi perusahaan secara keseluruhan. tetapi, perusahaan secara keseluruhan. Tetapi, perusahaan tak bisa terus mempekerjakan orang-orang saat uang 200 juta euro habis setiap bulan. Menutup-nutupi hal itu akan sangat berbahaya bagi kelompok perusahaan ini," ujar Varin.

Reaksi politik
   Langkah Peugeot ini langsung diprotes serikat pekerja dan Pemerintah Perancis yang sedang berusaha membangkitkan kembali perekonomian negara itu. "Kami tak bisa menerima rencana Peugeot saat ini," kata Menteri Industri Perancis Arnaud Montebourg, yang berjanji akan membujuk Peugeot agar mempertimbangkan opsi lain.
   Rdeaksi politik juga langsung muncul begitu kabar pengunduran diri CEO Opel Karl-Frederich Stracke beredar. Volker Bouffier, Menteri Besar Negara Bagian Hesse, Jerman -tempat markas besar Opel berada- berharap Opel tetap menghormati perjanjian yang telah dibuat dengan para pekerja.
   CEO GM Dan Akerson mengatakan, kerugian yang diderita di Eropa harus segera dihentikan. Dua divisi GM dan Vauxhall di Inggeris, rugi 747 juta dollar AS tahun lalu. "Kami telah merugi 14 liliar dollar AS dalam 12 tahun terakhir (di Eropa). Ini harus dihentikan," kata Akerson. (Reuters/AP/AFP/DHF)

Sumber: Kompas, 14 Juli 2012, hal 10

Selasa, 03 Juli 2012

Tata Kota : Arus Urbanisasi Tidak Boleh Dilawan

Singapura, Kompas --- Arus urbanisasi yang semakin deras tidak bisa dan tidak boleh dilawan. Urbanisasi bisa menjadi kekuatan bagi kota asalkan dikelola dengan benar.
   Demikian intisari dari World Cities Summit Southeast Asia In Foucus, di Marina Bay Sands, Seperti dilaporkan wartawan Kompas M Clara Wresti dari Singapura, Selasa (3/7).
   Di China dan India, arus urbanisasi bisa dikelola dengan baik sehingga setiap 1 persen peningkatan urbanisasi, produk domestik bruto negara tersebut meningkat sekitar 6-8 persen. Di Indonesia, setiap 1 persen peningkatan urbanisasi, kenaikan PDB hanya 2 persen.
   "Jika melihat urbanisasi sebagai masalah, dia akan menjadi masalah. Tetapi jika melihat urbanisasi sebagai peluang, dia akan jadi peluang. Sektor informal bisa bergerak maju karena urbanisasi," kata Prof Komara Djaja, Kepala Studi Perkotaan Program Pascasarjana Universitas Indonesia, yang menjadi narasumber dalam forum internatsional tersebut.

Operasi yusti sia-sia
   Menurut Komara, upaya pemerintah dalam menekan arus urbanisasi, adalah upaya yang sia-sia dan tidak akan membuahkan hasil. Urbanisasi tidak bisa dicegah, tetapi harus dikelola.
   Pengelolaan urbanisasi harus berorientasi pada warga. Kebutuhan warga harus dipenuhi sekaligus mendorong sektor informal agar pendatang yang berketerampilan rendah bisa bekerja dan mempunyai penghasilan.
   Kebutuhan dasar warga juga harus dipenuhi, yakni mempunyai kehidupan layak karena tidak terkena banji, bebas macet, aman, bersih, dan sebagainya. Kebutuhan dasar ini harus dipenuhi dulu baru memikirkan kebutuhan-kebutuhan yang besar.
   "Kita memang butuh infrastruktur yang bagus, gedung yang menjulang tinggi, tetapi itu membutuhkan dana yang tidak sedikit. Bagaimana mau memenuhi kebutuhan yang besar kalau yang kecil saja tidak terpenuhi. Padahal jika kebutuhan dasarnya terpenuhi, warga akan mendukung pemerintah," jelas Komara.
   Untuk mengelola urbanisasi menjadi kekuatan, perlu diciptakan lapangan kerja baru, seperti ekonomi kreatif, pusat kuliner, pertunjukan musik, bengkel, dan salon.

Tranparansi, antikorupsi
   Dalam kesempatan itu, Komara juga menyorot masalah pendidikan. Saat ini  Pemerintah Provinsi DKI meberikan anggaran cukup besar (28 persen) bagi pendidikan di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2012.
   Namun, anggaran itu tidak hanya diupakai untuk memberikan bantuan operasional pendidikan, tetapi juga untuk meningkatkan gaji guru dan memberikan tunjangan.
   "Apakah dengan meningkatkan gaji guru, maka kualitas pendidikan kita menjadi semakin baik? Mengapa masih banyak LSM yang memberikan pelajaran kepada warga miskin? Mengapa masih sering terjadi gedung sekolah ambruk? ujarnya.
   Menurut Komara, harus dilakukan evaluasi mengenai hal ini. Dia berkeyakinan, kunci dari persoalan di Jakarta adalah tata kelola pemerintahan, seperti transparansi, antikorupsi, dan keterbukaan.

Industri pertanian
   Menteri Pertanahan, Perumahan dan Pengembangan Kota Nigeria Ama Pepple mengatakan, negaranya mengembangkan industri pertanian di seluruh negeri untuk membuka lapangan kerja. Dengan demikian, pekerjaan tidak hanya ditemukan di kota tetapi juga di daerah.
   Dia juga mengatakan, perumahan murah di dalam kota juga hatrus dikembangkan agar tidak ada kawasan kumuh dan miskin di dalam kota.
   Sementara itu, Budiarsa Sastrawinata, Direktur Ciputra mengatakan, masalah urbanisasi dialami semua kota di dunia. Masalah ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah, melainkan juga sektor swasta.
   Banyak yang bisa dilakukan pihak swasta untuk membantu mengelola urbanisasi, seperti membangun perumahan dan penyediaan infrastruktur. namun, pihak swasta sering menemui kendala berupa peraturan yang sering berubah-ubah atau aturan yang belum ada. (ARN)

Sumber: Kompas 4 Juli 2012, hal 27

Selasa, 26 Juni 2012

Bisnis Jepang: Perekrutan Kuno Turunkan Daya Saing


Setiap April, ratusan lulusan baru siap terjun ke dunia korporasi Jepang. Mereka memulai hari baru bersama-sama dengan mengenakan pakaian bisnis standar warna hitam. Ada sekitar 840 perusahaan yang mengadakan perekrutan serentak selama lima bulan. Gaji awal yang ditawarkan juga sama, sekitar 200.000 yen atau Rp 23,6 juta per bulan.
   Di seantero Jepang, perusahaan memilih pegawai baru dengan resep kuno: penekanan pada loyalitas, kepatutan, dan kecocokan. Bukan berdasarkan visi atau pemikiran out of the box yang menurut para ahli sangat diperlukan perusahaan Jepang untuk melawan penurunan kinerja mereka.
   Belakangan ini, para petinggi perusahaan Jepang sering dikritik karena terlalu lamban dalam menghadapi pesaing dari luar negeri. "Perusahaan meniulai kepribadian dan melihat apakah anda cocok atau tidak," ujar Erina Seki (23), mahasiswa yang selama lima bulan ini menjalani "ritual" yang dilakukan sebagian besar rekannya, yaitu mengunjungi pameran lowongan kerja, seminar, dana wawancara.
   Tidak seperti perekrutan di belahan dunia lain yang mengedepankan kemampuan untuk memecahkan persoalan, perusahaan Jepang tampaknya lebih senang jika para karyawan dapat kompak satu sama lain. Para mahasiswa ini mendapati mereka harus menjawab pertanyaan umum yang sama dan diulang-ulang, bahkan sampai puluhan kali, dalam wawancara untuk satu perusahaan.

Pangsa pasar
   Kurangnya pemimpin kuat dan berani mengambil risiko sebagai dampak perekrutan dan sistem pelatihan yang ada selama ini tampaknya menjadi penyebab utama kemunduran perusahaan-perusahaan di Jepang.
   Toyota Motor yang pernah menjadi perusahaan otomotif terbesar dunia, harus berbagi pangsa pasar lebih besar dengan General Motors dan Volkswagen. Bahkan, produsen dari Korea Selatan, Hyundai, sudah menjadi pesaing.
   Bisnis perusahaan elektronik, seperti Sony, Panasonic, dan Sharp, terus menurun. Penyebabnya, pangsa pasar mereka direbut Samsung dari Korea Selatan. Tidak hanya tertekan dari luar, permintaan dalam negeri Jepang pun terus menurun. Populasi Jepang pun terus menurun. Populasi Jepang menyusut dan proporsi warga lanjut usia makin besar.
   Persaingan dalam mendapatkan pekerjaan di Jepang juga ketat. Biasanya pada Desember, perusahaan besar sudah memasang iklan lowongan pekerjaan. Seorang mahasiswa bisa mengirim puluhan lamaran kerja. Selain itu, mereka juga harus mendatangi belasan presentasi dan wawancara dengan 20-30 perusahaan.
   Persaingan di dunia kerja membuka peluang bisnis baru. Perusahaan Vein Carry Japan, misalnya, menawarkan kursus melamar kerja. Dengan biaya 105.000 yen (sekitar 12,5 juta), seorang kandidat m3ndapat kursus cara menulis riwayat hidup dan lamaran, cara membungkuk dan menukar kartu nama, serta tampil menarik ketika wawancara.
   "Kemampuan tampaknya tak penting, Perusahaan tampaknya ingin melatih karyawannya dari nol dan hal ini tidak berubah selama bertahun-tahun. Saya berharap kultur pencarian karyawan yang seragam ini dihentikan dan perusahaan mencari karyawan dengan cara lebih beragam," ujar Shunsaku Funaki, mahasiswa dari Universitas Kokushikan. (REUTER/JOE)

Sumber: Kompas, 26 Juni 2012, hal 10

Minggu, 24 Juni 2012

"Video Diary", Pekerja Anak Tiga Kota Bercerita

Jakarta, Kompas --- Sebanyak 41 pekerja anak beragam profesi, yakni pekerja seks komersial anak, pemulung anak, anak jalanan, pekerja pabrik anak, dan pembantu rumah tangga anak di tiga kota, yakni Jakarta, Sukabumi dan Makassar, membuat video diary atau catatan harian "Aku, Masa Depanmu Indonesia!" Video catatan harian yang sepenuhnya digarap pekerja anak berusia 7-18 tahun itu bertutur mengenai kehidupan, risiko pekerjaan, dan ancaman yang harus mereka hadapi sehari-hari.
   Produse eksekutif video diary ini, Dian Herdiany, menjelaskan, enam video hasil para pekerja berdurasi 60 menit ini merupakan proyek video partisipatif pekerja anak Indonesia. Seluruh proses pembuatan film video diary, mulai dari ide cerita, syuting, hingga editing, dilakukan para pekerja anak dengan didampingi tujuh fasilitator. Proses yang berlangsung selama 1,5 bulan, Mei-Juni, itu merupakan lokakarya bagian dari kampanye memperingati Hari Dunia Menentang Pekerja Anak, kerja sama antara Yayasan Kampung Halaman dan Organisasi Buruh Internasional (ILO) melalui Proyek Pekerja Anak dan Pendidikan.
   "Metode video partisipatori ini beisa membantu mengenali pengalaman hidup mereka selama ini. Ini cara untuk memfasilitasi suara para pekerja anak agar mereka tahu mereka itu penting," kata Dian, Minggu (24/6), di Jakarta.
   Direktur ILO di Indonesia Peter van Rooij mengatakan, video partisipatori ini akan meningkatkan kesadaran para pembuat kebijakan tentang masalah pekerja anak. "Kesadaran itu akan membantu menanggulangi dan menghapus pekerja anak serta melindungi hak anak, terutama hak atas pendidikan," ujarnya.
   ILO memperkirakan, sekitar 215 juta anak di seluruh dunia menjadi pekerja anak. Adapun Badan Pusat Statistik mencatat terdapat sekitar 1,5 juta pekerja anak usia 5-17 tahun pada tahun 2012 di Indonesia. Sebagian besar dari mereka bekerja dengan jam kerja yang panjang dan kerap dalam kondisi berbahaya yang menghambat tumbuh kembang mereka. Video diary ini akan diluncurkan pada Kamis, 28 Juni 2012, di Erasmus Huis, Jakarta," kata Agung Sentausa, produser eksekutif video diary. (LUK)

Sumber: Kompas 25 Juni 2012, hal 12

Selasa, 19 Juni 2012

Platini Marah atas Tuduhan Rasisme Kroasia


Antara – Sel, 19 Jun 2012 00:51 WIB
Warsawa (AFP/ANTARA) - Presiden UEFA Michel Platini, Senin mengutuk penggemar Kroasia yang melakukan pelecehan rasis terhadap pemain Italia Mario Balotelli dan mengatakan ia telah melakukan perjalanan ke negara Balkan itu tahun lalu untuk memperingatkan pihak berwenang di sana mengenai masalah ini.
"Saya tidak suka untuk Kroasia. Saya di Kroasia tahun lalu dan saya tidak suka. Mereka memiliki tim yang baik yang bermain baik tapi tidak dapat diterima ketika Anda punya seratus atau lebih perusuh di antara orang banyak," katanya kepada wartawan di Warsawa.
Federasi sepakbola Kroasia menghadapi kemungkinan hukuman setelah kelompok pemantau yang didukung UEFA telah melaporkan sedikitnya 500 penggemar Kroasia mengejek Balotelli sepanjang pertandingan Euro 2012 Grup C, Kamis lalu.
Seorang fotografer AFP yang menempati posisi di depan para fans di stadion di Poznan, Polandia barat, juga melaporkan melihat petugas yang mengambil pisang dari lapangan.
Platini mengatakan bahwa selama perjalanan ke Kroasia, otoritas sepak bola negara itu diperingatkan tentang kemungkinan penggemar rasis di Euro 2012.
"Mereka (federasi Kroasia) tahu (bahwa hal itu bisa terjadi)," tambahnya. "Segala bentuk rasisme adalah masalah. Satu kasus adalah terlalu banyak."
Kasus ini adalah yang pertama untuk rasisme di Euro 2012, yang diadakan di Polandia dan Ukraina, sementara pernyataan Platini sebelumnya bahwa badan yang mengatur sepak bola Eropa memiliki "toleransi nol" dalam masalah ini.
Komite disiplin diharapkan dapat memberikan keputusannya pada Selasa. (nm/ar)

Sumber: http://id.olahraga.yahoo.com/news/platini-marah-atas-tuduhan-rasisme-kroasia-175132633--sow.html

Jumat, 15 Juni 2012

Pendidikan Asingkan Budaya Bernalar

Dalam pembangunan repbulik ini, sejak 1970-an pendidikan kerapa dianggap kemewahan, bukan kebutuhan. Penyediaan pendidikan bermutu dinomor-duakan dibanding penguatan ekonomi. Kebijakan sperti ini berbahaya.
   Budaya pendidikan dunia memodelkan pembangunan berdasarkan intelektualitas. Karena sumber daya alam terbatas serta jagat semesta rentan terhadap gangguan, pembangunan berkelanjutan perlu berpusat pada intelektualitas. Implikasi dari model ini, masyarakat belajar serta budaya belajarnya yang tumbuh mengakar jadi penggerak utama pembangunan setiap negara.
  Suka atau tidak, pendidikan merupakan lokomotif terdepan pembangunan. Kesejahteraan bangsa serta kekokohan ekonomi bergantung mutlak pada pendidikan. Ekonomi kokoh dapat dicapai jika pendidikan kuat.
   Penerapan model ini butuh prasyarat: tujuan pendidikan negara harus dirumuskan  dengan akurat. Kecakapan yang diperkirakan dibutuhkan di masa depan harus dikenali dan dianalisis. Dari sana kemudian dibuat standar pendidikan. Oleh karena itu, pertanyaan utama dan pertama  yang mutlak dikaji pemimpin negara adalah: "Kecakapan strategis apa yang perlu dibelajarkan?"

Kecakapan abad ke-21
   Di penghujung abad ke-20, dua peneliti -Richard J. Murname (Harvard Kennedy School) dan Frank Levy (MIT)- melakukan riset bersama guna menjawab pertanyaan di atas. Murname (pakar kebijakan pendidikan) dan Leevy (pakar ekonomi urban) mengkaji kecenderungan jenis kecakapan yang kian dibutuhkan dan tidak dibutuhkan dunia kerja.
   Berdasarkan data tahun 1969-1998, mereka mengungkapkan bahwa kecakapan memecahkan masalah tak rutin dan kecakapan berkomunikasi kompleks semakin dibutuhkan. Pada saat komputer serta teknologi informasi semakin berdaya, banyak masalah rutin dapat dipecahkan oleh mesin. Sebaliknya, manusia justru semakin dibutuhkan pada pemecahan masalah tidak rutin. Kecakapan kedua yang juga semakin dibutuhkan adalah kecakapan berkomunikasi kompleks, seperti kecakapan seorang manajer dalam memotivasi staffnya.
   Hal yang paling drastis menurun kebutuhannya adalah kecakapan kognitif rutin. Kecakapan seperti menghafal serta kecakapan berpikir tingkat rendah senakin tak diperlukan.
   Berdasarkan penelitian itu, Organization for Economic Co-operation (OECD) merumuskan Programme for International Student Assessment (PISA) guna menjawab pertanyaan: "Seberapa siap pelajar di dunia di akhir masa wajib sekolahnya, yakni umur 15, untuk menguasai kecakapan abad ke-21?"
   Untuk Indonesia, hasilnyua memang buruk. Ini dapat dibaca di situs OECD.Mengapa pelajar kita begitu buruk pencapaiannya di PISA? Kita pasti sepakat anak-anak kita tidak bodoh. Lalu mengapa hasilnya buruk?
   Jawabnya sederhana. Anak-anak kita telah ditunjukkan arah belajar kecakapan yang salah. Analoginya, anak-anak kita seperti dibekali kompas yang rusak untuk berpetualang. Mereka dibuat fokus mengejar kecakapan kedaluwarsa, seperti kognitif rutin itu. Sebaliknya, anak-anaka kita sangat jarang diberi kesempatan mengembangkan kecakapan abad ke-21, seperti bernalar tingkat tinggi.
   Insentif bagi pelajar yang berhasil mengembangkan kecapakan modern tersebut justru nyaris tak terdengar. Bukan maksud tulisan ini mengatakan bernalar tingkat rendah tak diperlukan lagi, tapi harus ada keseimbangan antara bernalar tingkat rendah dan tingkat tinggi.
   Sampai kini sangat suylit menyakini adanya upaya serius dan sistematis dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam menindak lanjuti hasil PISA guna meningkatkan pencapaian dua kecakapan tadi. Rangkaian kebijakan pendidikan nasional yang dicanangkan justru kerap bertolak belakang dengan upaya penguasaan dua kecakapan itu.

Budaya belajar
   Kecemasan sebagai motivasi atau pemaksa belajar tentu sangat bertentangan dengan upaya mewujudkan masyarakat belajar yang sepatutnya senang belajar dan menghargai proses bernalar. Penggunaan kecemasan sebagai motivator belajar juga bertentangan dengan teori belajar, yang meletakkan motivasi intrinsik sebagai prinsip utama dalam proses belajar untuk memahami.
   Kesukacitaan belajar dan penghargaan pada proses bernalar adalah jiwa masyarakat belajar. Sebagai tambahan, pemanfaatan informasi di masa ini jauh lebih bernilai dibandingkan nilai informasinya sendiri. Masalah penyimpanan dan sistem informasi sudah dipecahkan oleh Google. Sungguh absurd jika pelajar kita justru difokuskan mengejar kecakapan yang sudah dapat dipecahkan mesin.
   Ironisnya, praktik pendidikan di republik ini justru berpusat pada kecakapan seperti mesin itu. Proses bernalar dengan sengaja diasingkan dari pendidikan. Dalam pembelajaran matematika, khususnya, bukannya bernalar tingkat tinggi yang dibelajarkan di kelas, melainkan justru kecakapan kedaluwarsa seperti berhitung cepat dan menghapal rumus tanpa makna.
   Alasan klise bahwa para guru kita tak mampu membelajrkan kecakapan bernalar mungkin saja ada benarnya, tetapi jika guru mampupun, mereka tidak akan membelajarkan kecakapan tingkat tinggi. Mengapa? Salah satunya karena model  sisten ujian nasional (UN) kita.
   Sistem UN yang dominan pada kecakapan menghapal informasi semata ini jadi alasan sahih mengapa para pelajar kita, juga gurunya, menghindari proses bernalar tingkat tinggi. Siswa dan guru akan bertanya: mengapa perlu memahami bagaimana membuktikan Dalil Pitagoras, jika UN tak pernah mengujinya. Yang dituntut di UN toh sekedar bagaimana memasukan angka-angka ke rumus a2 + b2 = c2.
   Akibatnya, siswa menjadi sangat lemah dalam pemahaman matematikanya serta kecakapan bernalarnya. Jika pengasingan budaya bernalar melalui UN bermutu buruk ini dilanjutkan, bangsa kita sangat mungkin akan kesulitan melibatkan diri dalam pembangunan dunia di masa depan. Dampaknya, ekonomi kita pun akan hancur.
   Untuk menyuburkan kembali budaya bernalar, perlu gerakan penyadaran bersama tentang pentingnya bernalar pada era sekarang. Perguruan tinggi di seluruh daerah dapat menciptkan forum semacam "Akademi Sabtu", tempat guru bersama akademisi menyegarkan budaya bernalar serta meningkatkan kemampuan guru membelajarkan kecakapan bernalar.
   Sebelum melanjutkan penggunaan penggunaan UN untuk kelulusan, Kemdikbud harus membenahi hal berikut. Standar isi dibenahi dengan tujuan menyiapkan pelajar menyiapkan pelajar menguasai kecakapan modern. Lembaga pendidikan guru perlu menekankan penguasaan teori belajar, bukan administrasi mengajar.
   Sistem UN Matematika perlu dirombak agar mampu mengukur kecakapan bernalar tingkat tinggi. Misalnya, dengan menambah daftar rumus yang dibutuhkan dan dilekatkan pada berkas ujian. Hal seperti ini diterapkan pada berbagai test profesional. Konsekuensinya, UN akan melibatkan tuntutan yang lebih bermakna ketimbang sekedar "tahu" atau "ingat" rumus. Yang juga sangat penting, berbagai pernyataan Kemdikbud harus mengirimkan pesan pentingnya budaya bernalar dan belajar.

Tulisan Iwan Pranoto, Guru Besar ITB
Sumber: Kompas, 16 Juni 2012, hal 7