Sabtu, 19 Maret 2011

Pendekatan Baru Membangun Penduduk

Oleh: Haryono Suyono
Senin (10/1), sekali lagi Kompas mengisi halaman pertamanya dengan kekhawatiran atas pertumbuhan jumlah penduduk yang menggila, jauh melampaui perkiraan sebelumnya.
Secara resmi pemerintah mengumumkan jumlah penduduk Indonesia hasil Sensus Penduduk 2010 adalah 237.556.353 jiwa. Jika lebih diteliti, sensus itu mungkin menghasilkan angka lebih besar sebab daerah terpencil dan sukar dijangkau belum terhitung. Bisa juga angkanya lebih kecil karena daerah sulit itu justru sudah diantisipasi. Yang pasti, angka itu lebih besar dari proyeksi Badan Pusat Statistik, lembaga kependudukan lain di Indonesia, atau ahli-ahli dari luar negeri.
Di atas 5 juta
Berdasarkan analisis sementara, dari 10 provinsi berpenduduk di atas 5 juta jiwa (Jawa Barat 43 juta, Jawa Timur 37 juta, Jawa Tengah 32 juta, Sumatera Utara 13 juta, Banten 11 juta, DKI Jakarta 10 juta, Sulawesi Selatan 8 juta, Lampung 8 juta, Sumatera Selatan 7 juta, dan Riau 5 juta), terlihat tanda menarik. Sebanyak tujuh dari 10 provinsi itu menunjukkan nisbah seks di atas 100.
Itu bisa saja disebabkan kualitas layanan kesehatan lebih baik sehingga kesehatan penduduk lebih baik. Akibatnya, usia harapan hidup laki-laki penduduk makin tinggi. Kemungkinan lain bisa terjadi. Petugas sensus kurang cermat sehingga banyak perempuan penduduk terlewat dalam sensus lalu. Atau, ada tawaran kesempatan ekonomi menarik sehingga provinsi itu mampu menyedot laki-laki muda pendatang, jumlahnya meledak di hampir semua provinsi, yang mencari kesempatan kerja lebih baik
Kalau kesehatan yang membaik membuat jumlah laki-laki penduduk lebih banyak dibandingkan dengan gejala umum di masa lalu (kalau jumlah perempuan penduduk yang lebih banyak itu benar), jumlah penduduk Indonesia pada 2010 jauh lebih banyak dari angka yang diumumkan. Alasannya sederhana.
Sebanyak tiga provinsi berpenduduk besar dengan nisbah seks di bawah 100 adalah Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan. Ketiga provinsi ini berpenduduk rata-rata di atas 8 juta jiwa. Dapat dipercaya, keadaan kesehatannya tak kalah dari tujuh provinsi lainnya. Jika itu benar, jumlah penduduk Indonesia mendekati 240 juta jiwa.
Kemungkinan bahwa jumlah penduduk Indonesia pada hasil penghitungan akhir di bawah 237,5 juta jiwa sangat kecil karena penghitungan cepat pasti belum mencatat sisa-sisa hasil sensus, biarpun kecil jumlahnya, yang sampai ke meja kantor statistik di daerah.
Hanya dua
Dari 10 provinsi yang penduduknya besar, hanya dua yang pertumbuhan jumlah penduduknya di bawah 1 persen. Sisanya masih di atas 1,1 persen sampai 1,98 persen. Bahkan, pertumbuhan penduduk Provinsi Riau di atas 3,59 persen. Kecuali Riau yang tumbuh karena lapangan kerja yang menarik, provinsi lain banyak dipengaruhi pertumbuhan alamiah, yakni tingkat kelahiran yang membengkak kembali.
Yang perlu diwaspadai adalah provinsi besar seperti Banten, Jawa Barat, Lampung, dan Sumatera Utara. Pertumbuhan jumlah penduduk dipengaruhi tawaran industrialisasi dan perdagangan yang menarik penduduk usia kerja. Selain itu, data fertilitas provinsi ini juga menunjukkan kenaikan karena struktur penduduknya berusia muda: rawan pertambahan alamiah dengan tingkat kelahiran yang tinggi.
Jika ini terjadi, keadaan sangat berbahaya sebab ada tren yang meningkat. Lebih-lebih jika inefisiensi itu disebabkan program KB yang ditawarkan kepada sasaran yang berubah. Penawarannya tetap seperti di masa lalu sementara terjadi perubahan, yaitu penduduk dewasa makin urban dan didominasi migran.
Kekhawatiran Kompas juga beralasan karena didasarkan pada hasil Survei Demografi dan Kesehatan 2007 dan diterbitkan tanpa penyesuaian: angka fertilitas naik dari 2,3 anak menjadi 2,6 anak.
Hasil sementara sensus penduduk juga menunjukkan gejala memprihatinkan. Di kawasan yang terkenal miskin (terutama di kawasan Indonesia bagian timur seperti NTT, Maluku, dan Papua), laju pertumbuhan jumlah penduduknya masih tinggi. Jadi, faktor penduduk dalam pembangunan harus diperhitungkan dengan cermat.
Maka, diperlukan pendekatan baru untuk menyelesaikan masalah kependudukan dan kemiskinan. Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan serta Pembentukan Pos-pos Pemberdayaan Keluarga di Pedesaan harus menjadi landasan dan sarana menyukseskan program pembangunan yang pro rakyat, berkeadilan, dan menyelesaikan Tujuan Pembangunan Milenium.
Inpres yang menggariskan penanggulangan kemiskinan berbasis keluarga, pemberdayaan masyarakat, serta pemberdayaan usaha mikro dan kecil harus dilakukan dengan fokus dan memberi perhatian sangat tinggi pada program kependudukan. Ini terutama program pemberdayaan keluarga secara paripurna menyangkut revitalisasi program KB, kesehatan, pendidikan, dan pelatihan keterampilan yang merangsang kemandirian tinggi.
Haryono Suyono Mantan Menteri Kependudukan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar